Photobucket

Selasa, Januari 27, 2009

Pusaran Angin dan Angin Janda di Perairan Batu Roro Majene

Menyebut nama perairan Batu Roro,keangkeran terbesit di pikiran nelayan Mandar, Cerita mistis pun mengiringi peristiwa terbalik hingga tenggelamnya kapal di perairan itu. Nelayan di Majene meyakini beberapa kilometer dari bibir pantai Tanjung Batu Roro tidak aman untuk aktivitas mencari ikan.selain gelombang yang cukup besar dan tinggi, pusaran air juga sering terbentuk diperairan tersebut. Warga lingkungan Cilallang, Kelurahan Pangali-ali mengatakan, Ikan berbagai jenis memang sangat banyak di sekitar perairan itu, “tapi tidak banyak yang berani cari ikan karena ombak di sana sangat besar.
Nelayan lebih memilih melaut di perairan Malunda , Pamboang, Rangas, atau lebih memilih ke perairan Mamuju.Rumpon ikan juga banyak dipasang nelayan di sekitar perairan itu. Pusaran air itu terbentuk akibat pertemuan arus dari barat yang bertemu dengan arus balik dari timur di perairan Majene. Kondisi ini juga yang membuat ketinggian Ombak bisa mencapai hingga 4-5 meter meskipun angin tidak bertiup kencang.
Nelayan Majene memiliki pengalaman mistik disekitar perairan itu, pernah ada yang melihat sesuatu yang menyerupai tumpukan kayu mirip rumah, kayak masjid di laut itu. Sehingga nelayan yang melintas di perairan itu tidak pernah berani untuk sekedar buang air kecil. Pantangan itu harus di lakukan jika tidak ingin menemukan bahaya di perjalanan.
Perairan Batu Roro merupakan jalur pelayaran internasional yang cukup ramai dilalui kapal besar maupun kecil. Namun untuk kapal nelayan yang melintas dari arah mamuju ke Majene maupun sebaliknya, biasanya memilih berlayar sekira 20 meter dari pantai, selain arus dan gelombang yang besar di perairan Majene, para nelayan juga memiliki waktu tertentu yang cukup berbahaya untuk aktivitas melaut.
Pada juli hingga agustus, nelayan Majene mengenal angin Janda. Biasanya nelayan Majene tidak berani mengambil resiko untuk melaut terlalu jauh pada bulan tersebut , Jangan pernah melaut terlalu jauh dari pantai saat angin janda bertiup. Apalagi jika melaut di perairan Batu Roro pada bulan tersebut, jika tidak memiliki nyali yang besar atau tidak berhati-hati, maka bersiaplah istri di rumah menjadi janda, kapal yang terbalik, jarang yang selamat. Saking seringnya angin Janda yang bertiup di perairan itu menelan korban, sebuah lagu yang bercerita tentang angin itupun tercipta.Apalagi sudah banyak istri nelayan yang harus kehilangan suami akibat angin Janda itu.
Angin Janda para Nelayan sering menyebutnya angin kapuakang adalah angin yang arahnya dari barat daya. Angin ini cukup kencang tembusannya dan sering disertai gelombang yang ganas pada januari hingga Maret. Pada bulan-bulan tersebut, tidak banyak nelayan yang melaut hingga melebihi satu kilo dari bibir pantai, Apalagi jika sudah disertai dengan hujan deras dan angin kencang.
Tanjung Batu Roro ombak dan arusnya sangat besar. Nelayan tradisional menganggap wilayah perairan itu sangat angker,sehingga biasanya orang suka lempar telur dengan alasan agar terhindar dari bahaya . Cuaca yang sering mengalami perubahan secara ekstrem juga sangat mempengaruhi tekanan angin dan gelombang disekitar perairan ini, perubahan angin secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan perubahan gelombang menjadi besar.
Baca Selanjutnya..

Senin, Januari 26, 2009

SUNAN KUDUS DAN MURIA

JEJAK SANG WALI DAN DAGING SAPI

Di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, siapapun dengan mudah bisa menemukan jenang (makanan khas masyarakat setempat yang terbuat dari tepung beras ketan) dan pabrik rokok. Itulah mengapa kota ini populer dengan nama "Kota Jenang" dan "Kota Kretek". Berziarah ke Menara Kudus Namun, ada predikat lain yang membuat masyarakat Kudus bangga dengan kotanya, yakni "Kota Wali". Di kota inilah gerakan penyebaran Islam di Pulau Jawa oleh Wali Songo dimulai.
Kota ini pula tempat tinggalnya dua wali terkemuka, Sunan Kudus dan Sunan Muria.
Hingga kini, tapak-tapak sejarah dua ulama besar itu masih bisa kita jumpai di sudut-sudut kota tersebut. Di pusat Kota Kudus, tepatnya di kampung Kauman, masih bisa kita saksikan Masjid Al Aqsa atau Al Manar berdiri megah. Beberapa bangunan bercorak arsitektur Hindu yang dibangun sekitar tahun 956 Hijriyah (1549 Masehi) tegak di sekelilingnya. Kompleks masjid dan bangunan itulah yang populer dengan sebutan Menara Kudus itu.
Setiap hari, ratusan peziarah yang datang silih berganti dari berbagai daerah --baik di Jawa maupun luar Jawa, seperti Sumatra Kalimantan dan Sulawesi-- berkunjung kesana. Ada beberapa makam dalam kompleks itu, antara lain makam Sunan Kudus (bernama kecil Ja'far Shodiq) beserta para pangeran dan pengikutnya. Memasuki kompleks makam baik di siang atau malam hari, kita seperti berada di dalam masjid saja layaknya. Lantunan ayat-ayat suci Al Quran dan tahlil selalu berkumandang merdu dari para peziarah, terutama di sekeliling nisan makam Sunan Kudus yang terbungkus tirai putih.

SUNAN KUDUS
Sunan Kudus dilahirkan dengan nama Jaffar Shadiq. Dia adalah putra dari pasangan Sunan Ngudung, adalah panglima perang Kesultanan Demak Bintoro, dan Syarifah, adik dari Sunan Bonang. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.Sunan Kudus pernah menjabat sebagai panglima perang untuk Kesultanan Demak, dan dalam masa pemerintahan Sunan Prawoto, dia menjadi penasihat bagi Arya Penangsang. Selain sebagai panglima perang untuk Kesultanan Demak, Sunan Kudus juga menjabat sebagai hakim pengadilan bagi Kesultanan Demak.Dalam melakukan dakwah penyebaran Islam di Kudus, Sunan Kudus menggunakan sapi sebagai sarana penarik masyarakat untuk datang untuk mendengarkan dakwahnya. Sunan Kudus juga membangun Menara Kudus yang merupakan gabungan kebudayaan Islam dan Hindu yang juga terdapat Masjid yang disebut Masjid Menara Kudus.Pada tahun 1530, Sunan Kudus mendirikan sebuah mesjid di desa Kerjasan, Kudus Kulon, yang kini terkenal dengan nama Masjid Agung Kudus dan masih bertahan hingga sekarang. Sekarang Masjid Agung Kudus berada di alun-alun kota Kudus, Jawa Tengah.Peninggalan lain dari Sunan Kudus adalah permintaannya kepada masyarakat untuk tidak memotong hewan kurban sapi dalam perayaan Idul Adha untuk menghormati masyarakat penganut agama Hindu dengan mengganti kurban sapi dengan memotong kurban kerbau, pesan untuk memotong kurban kerbau ini masih banyak ditaati oleh masyarakat Kudus hingga saat ini.

SUNAN MURIA
Sunan Muria Raden Umar Syaid, atau Raden Said yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Sunan Muria, adalah termasuk salah seorang dari kesembilan wali yang terkenal di Jawa. dalam riwayat dikatakan, bahwa beliau adalah putera dari Sunan Kalijaga, nama kecilnya ialah Raden Prawoto, dalam perkawinannya dengan Dewi Soejinah putri Sunan Ngudung. jadi kakak dari Sunan Kudus, Sunan Muria memperoleh seorang putera yang diberi nama pangeran santri, dan kemudian mendapat julukan dengan : Sunan Ngadilungu.
Sunan Muria juga terhitung salah seorang penyokong dari kerajaan Bintoro yang setia, disamping ikut pula mendirikan masjid Demak., semasa hidupnya dalam menjalankan dakwah ke-Islam-an, yang menjadi daerah operasinya terutama adalah di desa-desa yang jauh letaknya dari kota pusat keramaian. beliau lebih suka menyendiri dan bertempat tinggal di desa, bergaul serta hidup di tengah-tengah rakyat jelata, sunan muria lebih suka mendidik rakyat jelata tentang agama Islam disepanjang lereng Gunung Muria yang terletak 18 km jauhnya sebelah utara kota Kudus sekarang. Cara beliau menjalankan dakwah ke-Islam-an, adalah dengan jalan mengadakan kursus-kursus terhadap kaun dagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata, beliaulah kabarnya yang mempertahankan tetap berlangsungnya gamelan sebagai satu-satunya sebagai seni jawa yang sangat digemari rakyat serta dipergunakannya untuk memasukkan rasa ke-Islam-an ke dalam jiwa rakyat untuk mengingat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Disamping itu beliau adalah pencipta dari gending "sinom dan kinanti". Kini beliau dikenal dengan sebutan Sunan Muria, oleh karena beliau dimakamkan diatas gunung Muria, termasuk dalam daerah kerajaan Kudus.

KUDUS TIDAK MEMOTONG SAPI
Satu hal unik yang belum tentu dijumpai di daerah-daerah lain, di Kota Kudus, jangan pernah anda berharap akan mendapatkan daging sapi. Lho? Memang, bagi orang Islam, sapi termasuk hewan yang dagingnya halal dimakan. Cuma, mengapa daging itu "diharamkan" di kota ini karena terkait dengan mitos dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kudus. Konon, untuk menyebarkan agama Islam di masyarakat Kudus, Sunan Kudus terhambat oleh masalah masyarakat yang taat memeluk agama Hindu dan Budha. Bagi Islam, sapi adalah hewan yang halal dimakan, tapi tidak demikian bagi umat Hindu yang menganggapnya sebagai hewan suci. Sunan lantas memakai cara unik. Dia kemudian mendatangkan hewan tersebut dari India untuk membuat mereka mau mendatangi rumahnya. Maka, masyarakat pun berduyun-duyun mendatanginya. Saat mereka berkumpul itulah, Sunan Kudus mengumumkan kepada para pengikutnya agar tidak melukai apalagi menyembelih hewan suci tersebut supaya tidak menyinggung keyakinan para penganut Hindu dan Budha. Singkat kata, masyarakat Hindu di daerah kekuasaan Majapahit itu mulai menaruh simpati pada gaya Sang Sunan yang berdakwah dengan cara damai dan manusiawi itu.
Hal serupa juga dilakukan Sunan Kudus untuk menarik simpati sebagian masyarakat pemeluk agama Budha. Di sekitar masjid yang didirikannya, lantas dibangunlah delapan pancuran untuk berwudlu dan menempatkan arca di atasnya. Hal itu dilakukan dengan "mengadaptasi" keyakinan Budha akan "Delapan Jalan Kebenaran" atau Asta Sanghika Marga.
Baca Selanjutnya..

Minggu, Januari 25, 2009

KUDUS

Sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, berada di jalur pantai utara timur Jawa Tengah, yaitu di antara (Semarang-Surabaya) berada 51 km sebelah timur Kota Semarang. Kabupaten ini berbatasan dengan Kab. Pati di timur, Kab. Grobogan dan Kab. Demak di selatan, serta Kab.Jepara di barat. Kudus dikenal sebagai kota penghasil rokok kretek terbesar di Jawa Tengah, juga di kenal sebagai kota santri yang menjadi pusat perkembangan agama islam pada abad pertengahan hal itu dapat dilihat dari terdapatnya 2 makam wali/sunan, yaitu Sunan Kudus dan Sunan Muria. Sebagian besar wilayah Kab. Kudus adalah dataran rendah, sebagian wilayah utara terdapat pegunungan (Pegunungan Muria), dengan puncaknya Gunung Sutorenggo (1.602 meter), Gunung Rahtawu (1.522 meter), dan Gunung Argojembangan (1.410 meter). Sungai terbesar adalah Kali Serang yang mengalir di sebelah barat,membatasi Kabupaten Kudus dengan Kabupaten Demak.
Kudus merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah mencapai 42.516 Ha yang terbagi dalam 9 kecamatan. Kudus merupakan daerah industri dan perdagangan dimana sektor ini mampu menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB. Jiwa dan semangat wirausaha masyarakat diakui ulet, semboyan jigang (ngaji dagang) yang dimiliki masyarakat mengungkapkan karakter dimana disamping menjalankan usaha ekonomi juga mengutamakan mencari ilmu. Dilihat dari peluang investasi bidang pariwisata di Kab Kudus terdapat beberapa potensi yang bisa dikembangkan baik itu wisata alam, wisata budaya maupun wisata religi. Bidang agrobisnis juga ikut memberikan citra pertanian Kudus. Jeruk Pamelo dan Duku Sumber merupakan buah lokal yang tidak mau kalah bersaing dengan daerah lain. Dalam hal seni dan budaya, Kudus mempunyai ciri khas yang membedakan Kudus dengan daerah lain. Diantaranya adalah seni arsitektur rumah adat Kudus, kekhasan produk bordir dan gebyog Kudus. Keanekaragaman potensi yang dimiliki Kudus diharapkan mampu menarik masyarakat luar untuk bersedia hadir di Kudus.
Perkembangan perekonomian di kudus tidaklah lepas dari pengaruh perindustrian. Beberapa perusahaan industri besar yang ada di kudus adalah PT. Djarum, PT. Petra, PR. Sukun, PT. Nojorono, PT.Hartono Istana Electronic (d/h Polytron), PT. Pura, PT. Kudus, dan ribuan perusahaan industri kecil dan menengah.
Makanan dan jajanan khas Kudus
1. Sate Kerbau: sate yang terbuat dari daging kerbau. Daging disajikan tidak dalam bentuk biasanya, tetapi daging dipotong dan dicincang halus dan dilekatkan pada batang sate dengan bumbu kecap, kelapa (srundeng) dan kacang, rasanya mirip dengan dendeng.
2. Jenang Kudus: orang biasanya memanggil "dodol" tapi dengan tekstur dan rasa berbeda dengan dodol yang ada.
3. Lentog: makanan khas pagi orang kudus terdiri dari tahu semur , telur , lontong dan sayur lodeh (buah nangka muda).
4. Ayam Bakar Colo: ayam bakar kampung khas yg ada hanya di pegunungan Colo disajikan biasanya dengan pecel bunga turi dan daun pakis pegunungan
5. Ayam goreng Kliwon Kasmini : makanan malam orang Kudus terdiri dari tahu semur dan ayam goreng dengan bumbu khas.
6. Soto Kudus: soto di Kudus terkenal hanya dua macam, soto ayam (pak Denuh - pak Karjin - Bu Jatmi) dan soto kerbau (Karso-karsi - pak Di). Berbeda dengan soto-soto lainnya, soto kudus cenderung berasa manis dan sedikit lebih encer.
7. Tahu Telur: hampir sama dengan tahu telor magelang atau tahu gimbal Semarang.
8. Opor Panggang: Opor ayam yang kemudian dipanggang, disajikan dengan beberapa lauk tambahan. Makanan ini juga hanya tersedia di pagi hari.
9. Sate Kambing Pekeng: Sate kambing yang dijual di daerah yang bernama pekeng ada beberapa warung disitu al.warung Sarni & Bagong ,mulai buka +/- pk.11.00 kalau anda suka hati kambing saja datang lebih awal.

JENANG KUDUS
Kudus bukan hanya tersohor sebagai kota sigaret kretek. Di kota kecil nan asri ini, berdiri perusahaan besar raksasa sekelas PT Djarum dan PT Pura Barutama. Selain itu berdiri industri kecil dan menengah yang jumlahnya sangat banyak.
Jenang Kudus kini bukan hanya melebarkan sayap pemasarannya di pasar domestik, pasar negara lain juga dirambah. PT Mubarokfood Cipta Delicia, produsen jenang dengan merek Sinar 33, Viva, Mubarok, dan Mabrur ini bisa disebut paling terkemuka.
Dan hebatnya, gerai jenang dan makanan kecil di Kudus tidak pernah sepi pembeli. Jenang Kudus menjadi buah tangan paling menyenangkan untuk dibawa pulang.
Jenang ini dapat langsung diperoleh dari produsennya antara lain : PT Mubarok food Cipta Delicia di Jalan Sunan Muria, Kudus, PT Menara Jenang atau PT Karomah di Jln Sosrokarsono,Kudus.
Pabrik rokok kudus
Kunjungan ke pabrik Djarum di Kudus, memberikan gambaran bertapa sulitnya memproses rokok hingga bisa dinikmati pelanggan. Rokok produksi PT. Djarum biasa disebut rokok kretek. Rokok kretek merupakan rokok asli Kota Kudus. Campuran cengkeh dengan tembakau inilah yang menjadi ciri khas rokok kretek. Riwayat kretek bermula dari penemuan Haji Djamari pada kurun waktu sekitar 1870-1880-an. Awalnya, penduduk asli kudus ini merasa sakit pada bagian dada karena asma. Ia lalu mengoleskan minyak cengkeh. Sakitnya reda. Djamari lantas bereksperimen merajang cengkeh dan mencampurnya dengan tembakau untuk dilinting menjadi rokok. Setelah rutin menghisap rokok ciptaannya. Djamari merasa sakitnya hilang. Karena Cengkeh yang terbakar mengeluarkan bunyi “kemeretek”, maka rokok temuan Djamari ini dikenal dengan “rokok kretek”. Pada awalnya, rokok di Indonesia hanya dibuat di rumah, dilinting dan dibungkus dengan kulit jagung.
Haji Jamhari wafat sebelum dapat meraup kekayaan dari rokok kretek. Hal ini justru diteruskan oleh seorang warga Kudus lain, yaitu Nitisemito. Ia mengubah industri rumahan tersebut menjadi produksi massal dengan cara yang cukup modern. Pertama, ia menciptakan mereknya sendiri, yaitu Bal Tiga, dan membangun citra merek tersebut. Nitisemito melancarkan kampanye pemasaran yang belum pernah ada sebelumnya di Indonesia. Label-label yang cantik dicetaknya dan berbagai hadiah diberikan secara cuma-cuma kepada perokok setianya bila mereka menyerahkan bungkus kosong produknya. Kedua, ia mulai mengerjakan berbagai tugas dalam perusahaannya. Misalnya ada pihak yang menangani para pekerja, sedangkan Nitisemito menyediakan tembakau, cengkeh dan sausnya. Cara seperti ini terus berkembang hingga pertengahan abad ke-20.
PT. Djarum juga merupakan penerus dari industri rokok kretek. Perusahaan rokok kretek Djarum didirikan oleh Oei Wie Gwan pada 25 Agustus 1950. Pada tahun 1955, Djarum mulai memperluas produksi dan pemasarannya. Produksinya makin besar setelah menggunakan mesin pelinting dan pengolah tembakau pada tahun 1967.
Jika dilihat dari sejarahnya, maka sudah tidak diragukan lagi rokok kretek adalah warisan budaya yang harus terus dilestarikan. Walau bagaimanpun industri rokok kretek telah menyerap tenaga kerja dan memberi kehidupan masyarakat sekitarnya. Lindungi terus ciri khas budaya bangsa kita jangan sampai hilang atau diambil bangsa lain.
Baca Selanjutnya..

Jumat, Januari 23, 2009

PERTEMPURAN AMBARAWA

Tanggal 21 November 1945 Tentara sekutu mengundurkan diri dari Magelang (setelah digempur oleh pasukan TKR) menuju Ambarawa dikejar oleh Resimen Sarbini dengan Batalyon Suryosumpeno, A.Yani dan Kusen. Karena serangan dan penghadangan TKR, sekutu baru bisa masuk Ambarawa tanggal 22 November 1945 jam 21.00. Yon Imam Adrongi (Purwokerto) dan Yon Sugeng Tirtosewoyo (Cilacap) ikut mengejar sampai Tempuran. Kie Suja'i dari Imam Adrongi bergerak menuju Banyubiru dan lainnya pada tanggal 23 November 1945 maju terus sampai desa Dumber bersama TRM pimpinan Bung Tarjo.
Yon Suharto, Yon Sarjono dan Yon Sugeng mengambil posisi di sebelah Timur jalan, Yon Imam Adrongi di sebelah kiri jalan untuk merebut pertahanan musuh di pekuburan Belanda dan terjadilah pertempuran sengit.

Sekutu mengerahkan pesawat terbangnya dan menggunakan pasukan Jepang yang dikawal oleh lapis baja (tank) sehingga kita sementara terpaksa mengundurkan diri ke Bedono.
Setelah bantuan Dan Resimen Sarbini, Yon Pranotorekso Samodro, Polisi Istimewa pimpinan Onie Sastroamijoyo dan Barisan Macan dari Yogya tiba, maka pasukan TKR maju sampai desa Jambu.
Kolonel Holand Iskandar membentuk MPP (Markas Pimpinan Pertempuran) berkedudukan di Jendralan (Magelang), Ambarawa dibagi 4 sektor: Utara, Selatan, Timur dan Barat. Satu-satunya penghubung sekutu yang paling aman adalah lewat udara karena pos-pos mereka antara Ambarawa - Semarang telah kita hancurkan.
Untuk memperkuat komando pertempuran Divisi V, maka Kolonel Sudirman mengirim Letkol Isdiman (Dan Men 1 Div V) ke medan Ambarawa.

Tanggal 25 November 1945 Letkol Isdiman gugur sebagai kusuma bangsa karena serangan udara sekutu di desa Kali... (sorry tulisannya ngga begitu jelas, ntar dech diliat lagi).
Dengan gugurnya Letkol Isdiman tsb maka Kolonel Sudirman ikut terjun ke medan laga Ambarawa. Dengan terjunnya Kolonel Sudirman di Palagan Ambarawa memberikan nafas baru dalam: koordinasi, konsolidasi, gerakan makin nyata, pengepungan makin kuat, penyusupan makin menghebat, penghadangan makin rapi.
Dan sektor Bandungan Letkol M. Sarbini memerintahkan Mayor Suyoto sebagai Dan TKR Temanggung dengan kekuatan 1 Ton + Barisan Rakyat Bandungan sampai Pimpingan Taslim untuk menindas pos sekutu di Lemahabang dengan tujuan: agar sektor Bandungan terhindar dari sergapan pasukan sekutu dan mematahkan jalur logistik sekutu dari Semarang menuju Ambarawa.
Tanggal 28 November 1945 Mayor Suyoto beserta 21 orang anggota pasukannya gugur sebagai kusuma bangsa dengan heroik dalam pertempuran di sekitar Lemahabang melawan tank sekutu hanya dengan bersenjata pistol dan bambu runcing.
Tanggal 5 Desember 1945 benteng Banyubiru jatuh ke tangan TKR
Tanggal 9 Desember 1945 lapangan terbang Kalibanteng (sekarang PUAD A. Yani) jatuh ke tangan TKR hingga bantuan logistik sekutu untuk Ambarawa terputus sama sekali.
Tanggal 11 Desember 1945 Kolonel Sudirman sebagai koordinator pertempuran mengadakan pertemuan dengan sektor untuk merundingkan bagaimana caranya mengusir sekutu secepatnya dari Ambarawa. Dalam pertemuan itu tercetus keputusan: pendadakan serentak di tiap sektor, komando penyerangan dipegang Dan Sektor TKR, pasukan/badan perjuangan sebagai barisan belakang, serangan mulai besok pagi jam 04.30 tepat.

Tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 tepat serangan serentak dimulai dari segala jurusan, jam 06.00 pasukan kita telah dapat menghimpit pasukan musuh. Gerakan itu kita kenal dengan gerakan 'Supit Urang'. Setelah bertempur mati-matian selama 4 hari 4 malam, maka pertahanan musuh di Ambarawa pecah.
Tanggal 15 Desember 1945 pasukan sekutu mengundurkan diri dari front Ambarawa menuju Semarang dan terus digempur oleh pasukan kita.
Peranan unsur supply sangat penting dalam Palagan Ambarawa ini, dengan adanya dapur umum. Dikirim ke garis depan oleh petugas khusus, berwujud 'Nuk' nasi besekan ataupun dibungkus dengan daun pisang atau jati.
Baca Selanjutnya..

SERABI NGAMPIN AMBARAWA







Salah satu makanan khas Ambarawa, Serabi Ngampin yang banyak dijual sepanjang jalan Jogja-Semarang, tepatnya di daerah Ambarawa.Ternyata kue serabi itu ada berbagai jenis. Salah satunya ya Serabi Ngampin ini. Bedanya dengan serabi yang lain, serabi ini berendam dalam kuah manis yang terbuat dari santan dan gula jawa saat dinikmati.
Serabinya sendiri ternyata ada beberapa tipe, tipe tawar dan tipe manis. Yang tawar, permukaan serabi hanya berwarna putih atau hijau, sedangkan yang manis permukaannya ada warna coklat karena dicampur dengan sedikit gula jawa.Serabi Ngampin banyak dijual di kedai-kedai kecil berderet sepanjang jalan Mgr Soegiyopranoto, atau lebih dikenal dengan jalan raya Ambarawa-Semarang. Kedai-kedai mungil ini berdiri di sekitar kantor kelurahan Ngampin, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Dinamakan Serabi Ngampin karena memang serabi ini dijual di daerah Ngampin, Ambarawa. Serabi ini juga sering disebut dengan Serabi Kucur karena penggunaan kuah santan manis tadi.
Di dalam ruang kedai kayu berukuran sekitar 1½ x 1½ meter ini saya menemukan sebuah meja dan 2 buah tungku tanah liat berbahan bakar kayu. Serabi-serabi yang sudah matang diletakkan dalam sebuah nampan yang ditutup dengan plastik mengerucut ke atas. Fungsinya selain untuk melindungi serabi dari asap kendaraan yang lewat di depannya juga untuk menarik perhatian.

Satu porsi Serabi Ngampin berisi 4 buah serabi yang diletakkan di dalam mangkok kemudian diguyur dengan santan manis yang masih hangat. Weh, seger banget! Weh..
Santan yang ndak terlalu manis bercampur dengan serabi tawar yang empuk dan halus memberikan sensasi tersendiri. Seger tenan! Ternyata serabi ini dimasak dengan cara yang tradisional dan unik. Serabi dimasak dengan wajan kecil yang terbuat dari tanah liat. Wajan ini kemudian diletakkan di atas tungku tanah liat pula yang berbahan bakar kayu.
Penggunaan tanah liat dan bahan bakar kayu ini tentu ada alasannya. Kayu bakar mampu menghasilkan panas yang tetap dan stabil bila dibandingkan dengan kompor. Tanah liat juga menghantarkan panas dengan unik, sehingga serabi akan matang dengan pas dan ndak mudah gosong. Adonan tepung beras dituang ke dalam wajan dengan menggunakan sendok sayur kecil. Kemudian wajan tanah liat tadi ditutup dengan penutup berbentuk seperti piring terbalik yang juga terbuat dari tanah liat. Ndak lama, sekitar 3 menitan, serabi pun matang lalu diangkat dengan menggunakan sendok kayu (sothil). Serabi pun merekah seketika saat diangkat dari wajan. Lubang-lubang kecil di permukaan serabi terbentuk akibat uap yang terlepas dari adonan serabi. Bau harum pun langsung tercium. Dengan cekatan, ibu penjual meletakkannya ke dalam nampan kerucut tadi. Konon para penjual serabi ini sudah ada sejak tahun 1970-an. Walau makanan ini khas Ambarawa, namun serabi ini hanya dijual di daerah Ngampin. Menikmati seporsi Serabi Ngampin itu hanya 2.500 rupiah saja. Sebagai oleh-oleh, selain serabi ada Kerupuk Sermiyer yang juga dijual di kedai itu. Kerupuk Sermiyer adalah kerupuk yang terbuat dari singkong. Kerupuk ini sangat tipis dan garing, sehingga mudah remuk. Kerupuk Sermiyer berdiameter sekitar 30 cm ini dijual seharga 1.500 rupiah saja.
Baca Selanjutnya..

AMBARAWA











Kecamatan Ambarawa terletak di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Kecamatan ini luasnya sekitar 5.611 hektare. Penduduknya sebesar 80.801 jiwa dan kepadatannya adalah 14 jiwa per ha.
Pada era kerajaan kerajaan Mataram (Amangkurat II) kawasan ini bernama Limbarawa. Dulu Ambarawa pernah menjadi ibu kota Kabupaten Semarang. Sekarang ibu kotanya adalah Ungaran. Ambarawa juga disebut sebagai kota Palagan Ambarawa, dan terdapat Musium Palagan Ambarawa, Musium Kereta Api Ambarawa dan Benteng Williem II.
Sedikit cerita tentang kota berhawa sejuk ini. Ada legenda yang melatarinya, yakni legenda Rawapening. Rawa ini memang terbentang amat luasnya. Rawa inilah yang menjadi sebab mengapa kota ini bernama Ambarawa, yang artinya rawa yang luas (amba=luas; bhs. Jawa). Dan, sampai saat ini Rawapening tersebut pun masih ada.

Ngomong-omong soal Ambarawa ada yang tahu nggak di mana letak kota ini? Ambarawa adalah kota kecil yang terletak di Jawa Tengah, lebih tepatnya terletak di jalur jalan raya antara Semarang dan Magelang. Kalau dari Semarang silakan ambil jurusan Jogja/Solo, begitu sampai Bawen jalur terpecah menjadi dua, lurus menuju Solo, ke kanan menuju Jogja. Dari Bawen kira2 1,5 km kita akan sampai di Ambarawa.Jangan bayangkan kota ini kota yang hiruk pikuk, dan jangan harappula kita akan menemukan mall di sana. Kota ini kota kecil, dan aktivitas paling rame cuma terjadi di sepanjang jalan raya yang menghubungkan Semarang - Jogja, terutama di Pasar Projo (Pasar Kupang) yang terletak di pinggir jalan raya tersebut, yang dari pagi sampai sore selalu macet.Ambarawa selain udaranya masih sejuk, pemandangannya pun indah dikelilingi oleh gunung Merbabu, Telomoyo dan gunung Ungaran. Airnya pun bagus, tidak heran di beberapa kawasan industri ada pabrik pengemasan air minum.Meski kota ini kota kecil, namun sesungguhnya kota ini menyimpan sejarah yang akan selalu dikenang oleh bangsa ini talkala masa clash pasukan Republik di bawah pimpinan Jenderal Sudirman memukul pasukan Belanda mundur ke arah Semarang. Peristiwa tersebut dikenal dengan nama Palagan Ambarawa (palagan artinya medan peperangan).
Museum palagan untuk mengenang kepahlawan pasukan republik bisa kita temui di sana. Museum Isdiman Palagan Ambarawa didirikan tahun 1973 dan berada di pusat kota Ambarawa, tepatnya dipinggir jalan utama Semarang-Jogja dekat Museum Kereta Api. Dengan tiket seharga Rp1000,00, pengunjung bisa melihat koleksi berbagai senjata, sebuah pesawat Mustang P51 (COCOR MERAH), dan perlengkapan lain yang digunakan tentara Indonesia dalam perang kemerdekaan. Masih di seputaran ini, Benteng Willem II terlihat mencolok karena ukurannya dan temboknya yang bercat putih. Selain museum palagan, kita juga bisa menemui museum kereta api, dan konon museum kereta ini paling lengkap menyimpan koleksi kereta api jaman dahulu, bahkan sampai pernah Pemerintah Belanda atau Jerman kabarnya menginginkan salah satu kolesi kereta tersebut. Dan uniknya kereta api tersebut yang notabene masih digerakkan oleh tenaga uap masih terpelihara dengan baik dan bisa beroperasi. Kereta tersebut sekarang dioperasikan sebagai kereta pariwisata yang menempuh rute Ambarawa - Bedono dengan jalur menanjak sehingga kereta ini dilengkapi dengan roda bergerigi. Jalur tersebut didominasi pemandangan sawah ladang dan kebun kopi dengan latar belakang gunung Merbabu yang tinggi menjulang serta gunung Telomoyo yang indah. Selain kereta api masih ada kereta diesel yang menempuh rute Ambarawa Tuntang, melewati pinggiran danau Rawapening. Selain menikmati pemandangan danau Rawapening dari kereta, kita bisa juga berperahu sambil memancing ikan dengan menyewa perahu dari nelayan setempat.Meski terlihat indah, namun kita menyimpan kekuatiran yang dalam akibat sedimentasi cukup parah yang diakibatkan oleh gulma tumbuhan air yaitu enceng gondok yang bikin gondok. Kalau sedimentasi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin nantinya rawapening berubah menjadi daratan dan tinggal cerita saja.

Sementara itu kalau kita melewati jalan raya yang menuju Solo (sebelum Salatiga) mata kita pasti akan disuguhi pemandangan danau Rawapening di jalur yang menanjak. Kalau kita mengendarai kendaraan pribadi bisa berhenti meluangkan waktu sejenak untuk menikmati pemandangan tersebut, atau bisa juga kita masuk ke komplek wisata yang banyak ditemui di sepanjang jalan tersebut, salah satunya adalah Bukit Cinta. Entah kenapa dinamakan bukit cinta, mungkin karena letaknya berada di atas bukit dengan pemandangan danau menghampar di bawah yang indah sehingga menjadikan suasana romatis untuk memadu kasih. Ada lagi kalau kita mau sedikit wisata sambil berolah raga, candi Gedong Songo bisa dipilih sebagai tujuan. Candi Gedong Songo terletak di lereng gunung Ungaran. Dari Ambarawa kita akan melewati kawasan wisata Bandungan (seperti kawasan puncak) namun terus menanjak karena letaknya cukup tinggi. Mobil bisa mencapai lokasi ini. Menjejakkan kaki di pelataran candi anganpun bisa melayang ke sebuah negeri khayalan. Bagaimana tidak? Kabut putih akan segera menyergap kita, meskipun kita masih berada di kaki candi. Belum lagi udara dingin yang menggigilkan sumsum. Kemudian, memandang ke atas akan terlihat gugusan sembilan candi yang berdiri megah berpencar. Candi ini memang dibangun berpencar dan tersusun di atas bukit. Satu bangunan candi berdiri di atas lahan sendiri seluas sekitar 150 X 30 meter persegi. Bangunan candi berurutan. Candi pertama menempati lokasi paling bawah, kemudian berurutan naik dengan jarak bervariasi antara candi pertama, kedua dan seterusnya.
Letak candi tidak berdiri berurutan seperti anak tangga. Antara bangunan yang satu dengan yang lain terkadang berada dalam arah yang berbeda. Tapi, yang pasti, urutannya selalu naik ke atas. Otomatis, kita akan berjalan melingkar-lingkar jika hendak mencapai bangunan candi berikut. Sekadar saran, bila anda ingin mendaki menikmati keindahan sembilan candi ini baiknya anda mengambil jalan ke kiri setelah melewati gerbang lokawisata. Memang tak ada aturan untuk itu. Namun, dengan demikian pendakian menuju candi berikut akan terus berurutan. Semakin tinggi kita mendaki matapun takkan lelah memandang. Di kanan-kiri jalan setapak, yang mulus diberi paving block, terlihat pemandangan alam yang indah. Pepohonan pinus terlihat menjulang di kejauhan dengan pucuknya yang seolah hendak menusuk awan-gemawan. Makin ke atas udara makin dingin namun sangat menyegarkan. Kabutpun terus melingkar-lingkar di sekitar kita.
Menapaki bangunan candi dari urutan pertama hingga sembilan memberi kesan tersendiri di hati. Jalan yang mendaki berkelok, bangunan candi yang kokoh berdiri di ketinggian, udara yang sejuk, kabut tipis yang selalu melayang memberi kenangan eksotis yang tak terlupakan. Candi ini dinamakan Gedong Songo karena memang terdiri dari sembilan bangunan candi. Dalam bahasa Jawa, Gedong berarti bangunan dan Songo artinya sembilan. Dan, sesuai dengan urutannya candi ke sembilan berdiri anggun di puncak bukit. Konon bangunan candi yang ke sembilan ini melambangkan perjalanan akhir manusia mencapai kesempurnaannya. Bentuk bangunan candi bercirikan bangunan dari kerajaan Hindu Nusantara. Di mana setiap bangunan memiliki ruangan untuk tempat pemujaan. Selain bangunan candi, ada obyek lain yang ditawarkan lokawista ini, yakni sumber air panas belerang. Menjelang puncak bukit terdapat beberapa titik sumber air panas yang berbentuk kolam-kolam kecil. Pengunjung bisa istirahat di sini, sambil menikmati pemandangan sekitarnya yang hijau dan dingin basah. Keberadaan lokawisata candi Gedong Songo memang sudah tak asing lagi bagi para pelancong. Saat musim liburan lokawisata ini akan ramai dikunjungi. Pelancong tak hanya datang dari kota-kota sekitar lokawista, tapi juga dari kota lain seperti Semarang, Solo, Yogyakarta bahkan Jakarta.

Ambarawa juga menawarkan pesona keindahan alam bagi wisatawan yang datang berkunjung. Salah satu tempat yang menarik dikunjungi adalah kawasan Bandungan. Kawasan ini merupakan sebuah Molokai peristirahatan yang terletak sekitar 7 km dari Ambarawa. Saat ini, Bandungan sudah dilengkapi berbagai fasilitas mulai hotel berbagai kelas, pasar buah dan sayur, taman bunga, kolam renang, tempat pertemuan dan lahan perkemahan. Produk paling terkenal dari kawasan ini adalah Tahu Serasi Bandungan. Selain panorama pegunungan, Ambarawa juga menyajikan ketenangan Rawa Pening. Rawa Pening adalah sebuah rawa di kaki Gunung Merbabu, Telomoyo, Ungaran dan Kendali Sodo dan masuk dalam wilayah 4 kecamatan di Kabupaten Semarang. Pengunjung juga bisa menaiki perahu menyusuri rawa ini. Salah satu produk terkenal dari desa-desa di sekitar Rawa Pening adalah kerajinan eceng gondok. Bagi anda para penggemar tanaman hias dan tanaman bunga, Ambarawa terutama di daerah Bandungan merupakan surga belanja tanaman tersebut karena harganya cukup murah dengan aneka tanaman yang lengkap. Namun saya sendiri lebih suka membeli bunga mawar yang menurut saya murah sekali harga per kuntumnya bila kita bandingkan dengan membeli mawar di kota. Bahkan warnanya pun sangat beraneka ragam, dari merah, pink, putih ada semua, maklum di sini banyak sekali terdapat perkebunan mawar yang menyuplai mawar untuk kota-kota sekitarnya. Pokoknya kita akan puas sekali membeli mawar di sini baik untuk kita pajang di vas bunga maupun kita berikan kepada seseorang.

Ambarawa adalah tempat yang pas untuk mencari ketenangan saat liburan. Hawa kota yang sejuk segar, pusat kota yang tidak hingar bingar, tersedianya fasilitas akomodasi yang memadai adalah alasan Ambarawa bagi Kota Semarang bisa disejajarkan dengan Kawasan Puncak bagi Jakarta. Liburan anda juga lebih berkesan dengan paket naik kereta api wisata menyusuri desa-desa, yang merupakan satu-satunya di Pulau Jawa.
Baca Selanjutnya..

Senin, Januari 19, 2009

KLENTENG SAM POO KONG




MENGENAL LAKS CHENG HOO MELALUI KLENTENG SAM POO KONG

Suatu tempat di Kota Semarang, ada sebuah bangunan yang dinamakan Klenteng Sam Poo Kong. Klenteng Sam Poo Kong sebenarnya tak jauh berbeda dari Klenteng pada umumnya yaitu tempat ibadah orang cina. Namun jika ditelusuri dari asal mula dibangunnya kelenteng ini. Diatas lahan yang didirikan kelenteng Sam Poo Kong ini di percaya sebagai tempat Laksamana Cheng Ho pernah mampir disini. Klenteng ini dikenal juga dengan sebutan klenteng gedong batu.
Laksamana Cheng Hoo adalah seorang komandan angkatan laut kerajaan dinasti ming. Dia mengkomandoi 30.000 pasukan. Semuanya ikut berlayar dengan 62 kapal raksasa. Menurut Sejarah, cheng hoo ini memimpin armada kapal harta raksasa ming keliling dunia sekitar tahun 1405 - 1433. misinya antara lain: bisnis, eksplorasi, diplomasi, pertukaran ilmu pengetahuan dan budaya. selama itu cheng hoo sudah sampai ke sri lanka, india, negara2 timur tengah, sampai ke afrika. cheng hoo juga sempat ngelewati perairan nusantara, dan kapalnya terdampar di pantai jawa tepatnya semarang sekitar 1405 - 1407. Tempat terdamparnya kapal Cheng Hoo inilah yang kemudian dibangun kelenteng Sam Poo Kong untuk mengenang kedatangan Cheng Hoo.
Dahulu tanah itu milik orang kaya Yahudi bernama Yohanes yang meminta sejumlah uang kepada orang-orang Cina yang ingin berdoa di klenteng ini. Sampai akhirnya Oei Tjie Sien, seorang hartawan Cina, membeli tanah ini dari Yohanes supaya orang-orang Cina ini bisa berdoa dengan gratis. Di komplek gedong batu ini ada gua kecil tempat yang dikeramatkan. Namun menurut kabar, gua itu bukanlah yang asli, karena yang asli telah hilang pada terkena angin tphoon pada tahun 1704.
Kelenteng Sam Poo Kong dibangun oleh masyarakat Cina yang ada di Semarang. Klenteng tersebut dibangun, karena orang Cina menganggap Cheng Hoo adalah nenek moyang mereka. Nama Sam Poo Kong sendiri berarti, Sam Poo adalah nama lain Cheng Hoo dan Kong artinya Mbah dalam bahasa Jawa. Design klenteng ini adalah perpaduan antara arsitektur Cina, Islam, dan Jawa. Nuansa Islam terlihat dari arah klenteng utama dan patung Cheng Hoo menghadap ke arah kiblat. Dibuat demikian karena Cheng Hoo adalah seorang muslim.
Sekarang komplek kelenteng Sam Poo Kong ini sepenuhnya baru. Dengan semangat mengembangkan pariwisata, semuanya dibuat megah dan serba baru. Hilang sudah aura magisnya. Dalam Waktu dekat akan dibangun 3 buar gerbang lagi untuk mempermudak masuk ke dalam Klenteng. Yang menarik justru kelenteng replika kelenteng sam po koong yang justru masih orisinil yang terletak di gang lombok, pecinan semarang. Di Klenteng ini juga terdapat replika kapal Cheng Hoo walaupun ukurannya jauh dari ukuran aslinya.
Baca Selanjutnya..

Minggu, Januari 18, 2009

SEMARANG

SEJARAH KOTA SEMARANG

Sejarah kota Semarang dimulai dari seorang putra mahkota kesultanan Demak bernama Pangeran Made Pandan. Pangeran ini diharapkan untuk menjadi penerus dari ayahandanya, yaitu Pangeran Adipati Sepuh atau Sultan Demak II. Sayangnya, beliau tidak ingin menggantikan kedudukan ayahnya. Beliau bermaksud menjadi seorang ulama besar. Pada saat ayahandanya wafat, kekuasaan diserahkan kepada Sultan Trenggana. Bersama putranya yang bernama Raden Pandan Arang, Pangeran Made Pandan kemudian meninggalkan kesultanan Demak menuju ke arah barat daya. Selama di perjalanan, beliau selalu memperdalam agama Islam dan mengajarkannya kepada orang lain.

Akhirnya, sampailah beliau ke suatu tempat yang terpencil dan sunyi. Beliau memutuskan untuk menetap di sana. Di situlah Made Pandan mendirikan pondok pesantren untuk mengajarkan agama Islam. Makin lama muridnya makin banyak yang datang dan menetap di sana.

Dengan seizin sultan Demak, Made Pandan membuka hutan baru dan mendirikan pemukiman serta membuat perkampungan. Karena di hutan tersebut banyak ditumbuhi pohon asam yang jaraknya berjauhan, maka disebutnya Semarang. Berasal dari kata asem dan arang.

Sebagai pendiri desa, beliau menjadi kepala daerah setempat dan diberi gelar Ki Ageng Pandan Arang I.

Sepeninggal beliau, pemerintahan dipegang oleh putra beliau yaitu Ki Ageng Pandan Arang II. Di bawah pemerintahan Pandan Arang II, daerah Semarang semakin menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Semarang kemudian dijadikan kabupaten, dan Pandan Arang II diangkat menjadi bupati Semarang yang pertama. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 12 Rabiul Awwal 954 H, bertepatan dengan maulid Nabi Muhammad SAW atau tanggal 2 Mei 1547 M.

Masa kemakmuran yang dialami rakyat bersama bupati Pandan Arang II ternyata tidak berlangsung lama. Sebab Pandan Arang II melakukan banyak kekhilafan yang akhirnya membuat Sunan Kalijaga datang untuk memperingatkannya. Sesuai dengan nasihat Sunan Kalijaga, Bupati Pandan Arang II mengundurkan diri dari jabatannya dan kemudian meninggalkan Semarang menuju arah selatan. Beliau menetap di Bukit Jabalkat sampai akhir hayat.

Bupati pengganti Pandan Arang II adalah Raden Ketib, Pangeran Kanoman atau Pandan Arang III yang merupakan adik dari Pandan Arang III. Beliau memerintah selama 33 tahun.

Adanya pusat penyiaran agama Islam menarik orang untuk datang dan bermukim di Semarang sehingga daerah ini semakin ramai. Semarang juga dikenal sebagai pelabuhan yang penting, sehingga pedagang-pedagang yang datang pun tidak hanya berasal dari sekitar Semarang namun juga dari Arab, Persia, Cina, Melayu dan juga Belanda (VOC). Bangsa asing tersebut juga membuat pemukiman mereka di Semarang.

Wilayah permukiman di Semarang terkotak-kotak menurut etnis. Dataran Muara Kali Semarang merupakan pemukiman orang-orang Belanda dan Melayu, di sekitar jalan R. Patah bermukim orang-orang Cina, sedangkan orang Jawa menempati sepanjang kali Semarang dan cabang-cabangnya.

Pada tahun 1678, karena terbelit hutang pada Belanda akhirnya Amangkurat II menggadaikan Semarang untuk Belanda. Sejak saat itulah, Semarang berada di bawah kekuasaan Belanda dan berubah fungsi dominannya menjadi daerah pertahanan militer dan perniagaan Belanda karena letak yang strategis.

Belanda menangkat Kyai Adipati Surohadimenggolo IV menjadi bupati Semarang. Belanda juga memindahkan kegiatan pertahanan militer Belanda dari Jepara ke Semarang, atas dasar perjanjian dengan Paku Buwono I. Sejak itu terjadi perubahan status, fungsi, fisik serta kehidupan sosial Semarang. Semarang menjadi pusat kegiatan politik VOC.

Di bawah kolonialisme Belanda, perkembangan Semarang cukup pesat. Belanda banyak sekali membangun fasilitas-fasilitas publik, membangun villa-villa, penduduk pribumi pun juga mengembangkan perkampungannya. Semarang telah menjadi pusat pemerintahan Belanda di Jawa Tengah.

Pada tahun 1864 dibangun rel kereta api pertama di Indonesia mulai dari Semarang menuju Solo, Kedungjati sampai Surabaya, serta Semarang menuju Magelang dan Yogyakarta. Dibangun pula dua stasiun kereta api di Semarang, yaitu stasiun Tawang dan stasiun Poncol yang hingga kini masih ada dan beroprasi dengan baik.

Tidak hanya itu, pelabuhan Semarang juga berkembang pesat dengan berlabuhnya pedagang dari berbagai negara. Pelabuhan ini kemudian dibangun dalam bentuk dan kapasitas yang lebih memadai dan mampu didarati oleh kapal-kapal besar. Di samping itu kaum pribumi pun ikut memajukan perekonomiannya dengan berdagang berbagi keperluan yang sangat dibutuhkan para pedagang tersebut.

Selanjutnya secara berturut-turut muncul pula perkembangan lainnya seperti pada tahun 1857 layanan telegram antara Batavia - Semarang - Ambarawa - Soerabaja mulai dibuka, tahun 1884 Semarang mulai melakukan hubungan telepon jarak jauh (Semarang-Jakarta&Semarang-Surabaya), dibukanya kantor pos pertama di Semarang pada tahun 1862.

Di tengah perkembangan yang amat pesat tersebut, agama Islam tetap berkembang. Kebudayaan Islam pun turut berkembang, antara lain dengan munculnya tradisi dugderan, yaitu tradisi untuk mengumumkan kepaada rakyat bahwa bulan ramadhan telah dimulai. Tradisi itu dimulai pada tahun 1891. Istilah dugderan diperoleh dari tatacara tradisi tersebut yaitu membunyikan suara beduk(dugdugdug) kemudian disertai dengan suara meriam (duerrrr!!!), kemudian jadilah istilah dugderan.

Tidak hanya kebudayaan Islam, agama lainpun juga mengalami perkembangan. Hal ini terlihat dengan munculnya berbagai tempat ibadah selain masjid seperti gereja dan kelenteng. Ini terjadi karena banyak sekali pendatang yang masuk semarang dengan membawa agama serta budaya mereka masing-masing.

Mulai tahun 1906 Semarang terlepas dari kabupaten dan memiliki batas kekuasaan pemerintahan kota praja. Pada tahun 1916, Ir.D.de longh diangkat menjadi walikota pertama di Semarang. Pembangunan terus ditingkatkan. Kota Semarang mulai dibenahi dengan sistem administrasi pembangunan.

Dengan semakin berkembangnya kota Semarang, mulai tumbuh rasa tidak suka dari kaum pribumi terhadap kolonial Belanda. Mulailah muncul kesadaran untuk melawan penjajah. Akibatnya, politik Belanda berubah dengan menekan pertumbuhan kota Semarang.

Kedatangan Jepang pada tahun 1942 membuat kota Semarang tersentak. Mereka datang serentak di berbagai kota Indonesia. Semarang pun diambil alih oleh Jepang. Pemerintahan Kota Semarang dipegang oleh seorang militer Jepang (Shico), dengan dibantu oleh dua wakil (Fucu Shico) dari Jepang dan Semarang.

Pendudukan Jepang ternyata lebih menyengsarakan rakyat. Semua yang dimiliki rakyat diarahkan untuk keperluan peperangan Jepang. Akhirnya dengan semangat tinggi pada tahun 1945 rakyat dan para pemuda bangkit untuk melawan penjajah. Tanggal 14-19 Oktober 1945 pecahlah pertempuran lima hari di Semarang. Pusat pertempuran terjadi di sekitar Tugu Muda. Pertempuran ini turut menewaskan Dr.Karyadi, yang kemudian namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit umum terbesar di Jawa Tengah. Akhirnya Jepang pun menyerah dan pergi dari Indonesia.


Pasca kemerdekaan, pada tahun 1950 kota Semarang menjadi kotapraja di propinsi Jawa Tengah. Walaupun masih harus menghadapi berbagai keprihatinan, Semarang terus mencoba untuk berbenah diri.

Tahun 1976 wilayah Semarang mengalami pemekaran sampi ke Mijen, Gunungpati, Tembalang, Genuk, dan Tugu. Dengan adanya perkembangan dan perluasan wilayah ini maka perintah mulai menata pusat-pusat industri, pendidikan, pemukiman dan pertahanan di tempat strategis.


Berikut ini adalah nama-nama bupati Semarang :

Pandan Arang II
Raden Ketib atau Pandan Arang III
Mas.R.Tumenggung Tambi
Mas Tumenggung Wongsorejo
Mas Tumenggung Prawiroprojo
Mas Tumenggung Alap-alap
Kyai Adipati Suromenggolo
Raden Maotoyudo
Surohadimenggolo
Surohadimenggolo IV
Adipati Surohadimenggolo V atao Kanjeng Terboyo
Raden Tumenggung Surohadiningrat
Putro Surohadimenggolo
Mas Ngabehi Reksonegoro
RTP Suryokusumo
RTP Reksodirejo
RMTA Purbaningrat
Raden Cokrodipuro
RM Soebiyono
RM Amin Suyitno
RM AA Sukarman Mertohadinegoro
R.Soediyono Tarun Kusumo
M.Soemardjito Priyohadisubroto
RM.Condronegoro
R.Oetoyo Koesoemo


Sedangkan nama –nama walikota Semarang adalah :

Mr. Moch.lchsan.
Mr. Koesoebiyono (1949 - 1 Juli 1951).
RM. Hadisoebeno Sosrowardoyo ( 1 Juli 1951 - 1 Januari 1958).
Mr. Abdulmadjid Djojoadiningrat ( 7Januari 1958 - 1 Januari 1960).
RM Soebagyono Tjondrokoesoemo ( 1 Januari 1961 - 26 April 1964).
Mr. Wuryanto ( 25 April 1964 - 1 September 1966).
Letkol. Soeparno ( 1 September 1966 - 6 Maret 1967).
Letkol. R.Warsito Soegiarto ( 6 Maret 1967 - 2 Januari 1973).
Kolonel Hadijanto ( 2Januari 1973 - 15 Januari 1980).
Kol. H. Imam Soeparto Tjakrajoeda SH ( 15 Januari 1980 - 19 Januari 1990).
Kolonel H.Soetrisno Suharto ( 19Januari 1990 - 19 Januari 2000).
H. Sukawi Sutarip SH. ( 19 Januari 2000 - sekarang ).




































































SEMARANG MASA SEKARANG


Apa yang ada dibenak kamoe2 waktu denger kata semarang…..pasti langsung nebak ibukota jateng he,,,he,,, anak SD juga tau itu.Tapi jawaban itu memang sangat bener malah buuuener banget.Tapi ada juga yang langsung bilang lumpia, wingko babat, johar, kota lama, trus ada yang bilang juga puuuanase poool dan yang paling terkenal di kalang orang gaul adalah taman KB dan SK………..!!!!!!! Klo menurut itu semua itu emang bener adanya toh semua itu jelas ada di semarang. Biasanya ada kata2 yang sering muncul di kota semarang terutama klo pas musim hujan. Saat sang hujan turun seharian pa lagi klo turunnya sehari semalem, mesti kita langsung denger kata2 “banjir” 0……..iya kan ada tu lagu dengan potongan lirik …..semarang kaline banjir…. kayaknya sieh begitu he3……!!!!!!!!

Semarang dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia, secara fisik, keindahan kota Semarang (khususnya kota bawah) tidaklah begitu menonjol. Pesona yang dimiliki Semarang justru terletak pada filosofi warganya yang ingin hidup tenteram, damai dan hidup rukun dengan sesama. Denyut nadi perekonomian di kota inipun tidak terlalu kencang, bahkan saya sedikit heran mengetahui kenyataan bahwa paserba semacam Carrefour dan Hypermart baru ada.

Semarang memiliki ketinggian yang cukup unik, kota yang luasnya 373,70 km persegi ini berada pada ketinggian 0,75 meter hingga 348 meter di atas permukaan laut. Perbedaan ketinggian yang ekstrem itu membuat Semarang terpisah menjadi dua bagian, kota lama atau Semarang bawah dan Semarang atas. Perbedaan suhunyapun cukup ekstrem. Semarang bawah bersuhu panas sementara Semarang atas bersuhu cukup dingin. Tak heran bila Semarang atas dipilih orang sebagai tempat peristirahatan, harga tanah melonjak tinggi bahkan kawasan Gombel sering disebut sebagai Mentengnya Semarang.

Saya jatuh cinta pada Semarang, jatuh cinta pada kearifan sebagian besar penduduknya yang hidup dalam kesederhanaan dan sopan santun. Sopan santun yang bahkan tercermin dalam kebiasaan mereka berlalu lintas. Jarang sekali saya mendengar suara klakson bernada marah atau jengkel. Jarang sekali-bahkan nyaris tidak pernah- saya melihat orang yang menutup jalur Belok Kiri Langsung saat lampu merah menyala. Para pengemudi rela berimpitan di jalur kanan sambil menunggu lampu berwarna hijau kembali sementara di sebelah kiri, jalur untuk berbelok kiri langsung dibiarkan kosong melompong. Hal yang sama saya temui di antrian pom bensin untuk motor. Tak ada yang mau menyerobot antrian hingga membentuk 2 barisan, semuanya tenang menunggu giliran walaupun sebenarnya bisa saja memaksa maju untuk membuat barisan baru.

Semarang adalah kota yang tenang dan rindang. Sebagian besar jalan rayanya terbentang luas dengan pohon-pohon yang berdiri kokoh di samping kanan-kiri jalan.

Di Semarang bisa memanjakan mata menikmati peninggalan kota tua di bagian Utara kota Semarang. Menikmati peninggalan jaman kolonial yang masih dipertahankan walaupun sebagian besar sudah kusam. Di tempat lain dapat menikmati aroma mistis dan seram di Lawang Sewu, bangunan perkantoran yang berusia seabad lebih yang pernah terkenal gara-gara penampakan bayangan putih dalam sebuah acara misteri di sebuah stasiun TV beberapa tahun yang lalu.

Disamping itu bisa mengakrabi aroma Simpang Lima. Bergabung dengan ratusan orang di pasar rakyat di seputaran alun-alun kota yang berbentuk nyaris melingkar. Menikmati bubur ayam yang lezat sambil duduk lesehan dan mendengarkan alunan suara para pengemis yang langsung berlalu saat recehan tiba di tangan mereka. Ibu-ibu tua berpakaian lusuh menyodorkan tangannya, tak tega saya merogoh kocek dan mengangsurkan selembar duit Rp. 1000,-. Senyum tulus mengembang dari bibirnya, diikuti serangkaian doa panjang dalam bahasa Jawa halus yang segera diterjemahkan istri saya. Heran campur kagum, Nyaris tak percaya jika duit yang bagi kita mungkin nyaris tak berarti itu ternyata mampu membahagiakan mereka hingga mengalirkan doa yang hanya bisa saya amini.

Disisi lain di Simpang Lima, bisa menyantap nasi kucing. Ini nama yang diberikan untuk seporsi nasi yang katanya hanya cukup untuk seekor kucing. Segenggam nasi putih dengan sedikit lauk (sangat sedikit, mungkin hanya seruas jari orang dewasa). Katanya makanan ini lebih dulu hadir di Djogdja dan menjadi pilihan untuk orang-orang berkantong pas-pasan.

Pandanaran dan jejeran penjual oleh-oleh khas Semarang dan Jawa adalah tujuan akhir perjalanan. Ramai dan nyaris memacetkan lalu lintas, mengingat sebagian besar pengunjung menghabiskan waktu terakhir mereka di jalan ini sebelum meninggalkan Semarang untuk membeli oleh-oleh Lompia, Wingko babat dan bandeng presto.

Semarang mungkin bukan kota yang sempurna, cacat tentu saja ada di sana sini. Tapi entah kenapa, semarang membuat pengunjung jatuh cinta pada kota ini yang selalu menjadi daya tarik pengunjung ingin saya datangi lagi dan lagi. Denyut nadi orang Semarang yang cenderung lambatlah yang mungkin membuat saya seperti bisa sejenak berhenti dari kesibukan dan aktifitas saya, merasakan kembali esensi dari sebuah kebersamaan dan kesederhanaan.


Baca Selanjutnya..