Photobucket
Tampilkan postingan dengan label fenomena. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label fenomena. Tampilkan semua postingan

Selasa, April 07, 2009

TIRTA

Tirtha adalah air suci, yaitu air yang telah disucikan dengan suatu cara tertentu. Pada umumnya tirtha itu diperoleh melalui dua cara, yaitu:
1. Dengan cara memohon di hadapan palinggih Ida Bhatara melalui upacara tertentu. Tirtha yang diperoleh dengan cara ini pada umumnya disebut orang tirtha wangsuh pada atau banyun cokor
2. Dengan cara membuat (ngareka) yang dilakukan dengan mengucapkan puja-mantra tertentu, oleh beliau yang memiliki wewenang untuk itu. Tirtha yang diperoleh dengan cara ini antara lain adalah: tirtha panglukatan, tirtha prayascita, tirtha durmanggala dan sebagainya, dan juga tirtha-tirtha untuk pamuput upacara yadnya, seperti tirtha pangentas, tirtha panembak dan sebagainya.
Adapun tirtha yang digunakan setelah selesai sembahyang adalah tirtha wangsuh pada Ida Bhatara. Tirtha ini dipercikan di kepala, diminum dan dipakai mencuci muka. Hal ini dimaksudkan agar pikiran dan hati orang menjadi bersih dan suci, yaitu bebas dari segala kekotoran, noda dan dosa, kecemaran dan sejenisnya. Kebersihan dan kesucian hati adalah pangkal ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan lahir bathin.
Baca Selanjutnya..

Sabtu, April 04, 2009

FENOMENA BENCANA SITU GINTUNG

Sebagaimana pada berbagai malapetaka lainnya, tragedi jebolnya tanggul situ gintung beberapa hari yang lalu mendapat perhatian yang besar dari masyarakat. Apalagi, perhatian terhadap yang aneh-aneh. Perhatiannya bisa melebihi perhatian terhadap penderitaan para korban. Ya, terkadang “perhatian” masyarakat itu sendiri terlihat aneh juga. Apa sajakah keanehan yang terkait dengan tragedi Situ Gintung ini? Berikut ini informasi-informasi paling aneh yang dapat aku himpun sejauh ini.

1. Sejak 2 tahun ini masyarakat sekitar tanggul sudah kwatir, tetapi kekawatiran ini kurang mendapat respon pemerintah.
Padahal pada Nopember 2008 lalu tanggul Situ Gintung pernah jebol walau belum parah. Anehnya, Pemerintah belum berbuat secukupnya untuk mengatasinya. Bahkan early warning system (sistem peringatan dini) pun belum dibuat.

2. Dikabarkan, “Detik-detik jebolnya tanggul Situ Gintung di Tangerang, Banten,berhasil direkam”. Perhatikan! Merekam peristiwa yang menyedihkan ini dipandang sebagai prestasi alias kesuksesan alias keberhasilan. Aneh, ‘kan? Seandainya “jebolnya tanggul Situ Gitung berhasil dicegah”, bukankah ini yang lebih layak kita pandang sebagai keberhasilan? Mengapa tidak kita katakan saja, “Detik-detik jebolnya tanggul Situ Gintung di Tangerang, Banten, telah direkam”?

3. Situ Gintung merupakan lokasi wisata. Anehnya, “pengunjung” justru membludak setelah tanggul itu rusak total dan tidak indah lagi. Ternyata,Lokasi jebolnya tanggul Situ Gintung jadi tontonan. Apakah tempat-tempat wisata kita perlu dirusak total supaya pengunjungnya ramai?

4. Pesan-peasn politik di Situ Gintung. Ini dia beritanya:
“Bagaimana, apa sudah ada wartawan di lokasi? Kalau sudah, sembako kita bagikan saja,” ujar seorang caleg parpol berbicara di telepon seluler.
Setelah menutup telepon, caleg itu kemudian bergegas ke lokasi bencana banjir Situ Gintung dengan dibantu beberapa kader partainya.
Pada masa kampanye seperti ini kader dan partai politik sepertinya tidak mau kehilangan momen tebar pesona, bahkan di tempat bencana sekalipun.
Dengan dalih memberi bantuan untuk korban tragedi Situ Gintung, sejumlah caleg partai politik mau repot-repot memberi langsung bantuan ke keluarga korban bencana. Tidak hanya itu, mereka juga mendirikan posko bantuan lengkap dengan atribut partai dan nama caleg bersangkutan.
Para caleg parpol tampaknya sudah siap dengan situasi seperti ini. Mereka datang bak pahlawan yang siap menanggung bersama kesusahan orang lain.
Mereka tidak hanya sigap mendatangi korban, tetapi juga cepat mengurusi hal-hal yang kecil. Tidak butuh waktu yang lama, spanduk besar bertulisan ”Posko Bantuan Bencana Banjir Situ Gintung, Caleg Nomor …” sudah terpampang di depan posko.

5. Ikan Patin seberat kurang lebih 45 kg yang ditemukan di dekat tanggul Situ Gintung menjadi primadona dadakan. Ikan raksasa penghuni Situ Gintung itu mungkin akan dimasak dan disantap bersama-sama. Begitulah beritanya. Kemudian, seorang pembaca berkomentar: “ itu sebenarnta Tim Sar atau nelayan ? kok malah pada cari ikan semua …..

6. Subhanallah “Masjid utuh berdiri di bencana Jebol tanggul Situ Gintung “. Ini memang bisa dipandang aneh. Namun lebih aneh lagi kalau kejadian ini dipandang sebagai mukjizat dari Tuhan bagi umat Islam. Jika utuhnya itu dianggap lantaran kesucian masjid itu, maka bukankah ada bangunan lain “yang lebih suci” daripada masjid tersebut namun beberapa kali mengalami kerusakan lantaran banjir?

7. Menurut PosKota, tragedi Situ Gintung ini terjadi karena “ Nyi Mas Melati minta tumbal “. Ini dia beritanya:
Di balik tragedi Situ Gintung yang menewaskan puluhan orang, banyak cerita misteri yang mengiringi danau seluas 21 Ha tersebut. Seminggu sebelum tanggul jebol, ada informasi kalau sang penunggu, Nyi Mas Melati menampakkan diri dengan berpakaian serba putih di tengah Situ Gintung, Cirendeu, Ciputat.
Kejadian ini termasuk langka dan jarang terjadi terlebih setelah adanya ‘Pulau Bergeser’ di Situ Gintung tahun 1986. Saat itu, menurut Abah Nur, 76, tokoh masyarakat yang yang tinggal sejak tahun 1965, ada cerita munculnya ular besar yang berdiameter sebatang pohon kelapa.
“Setelah munculnya ular raksasa di tengah situ, tiba-tiba timbul gundukan tanah atau yang disebut sebagai pulau kecil di dalam Situ Gintung yang bergeser ke tengah-tengah setu. “Pulau itu terlihat saat air setu menyusut atau kering. Tapi kalau meluap tak terlihat sama sekali,” kata Abah Nur. Aroma mistik tersebut kembali muncul seminggu lalu, saat sejumlah warga yang sedang memancing sekitar Pk. 18:30 melihat munculnya sinar terang di tengah situ. Sinar itu menggambarkan wanita berparas cantik yang lebih dikenal warga sekitar sebagai Nyi Mas Melati, sang penunggu situ yang dibangun pada tahun 1933 oleh Belanda.
Anehnya, kalau memang firasat/ramalan seperti itu sudah ada sebelumnya, mengapa baru disebarluaskan setelah terjadi tragedi? Mengapa itu tidak disebarluaskan sebelumnya supaya tidak ada korban?
Baca Selanjutnya..

Senin, Maret 16, 2009

Semar dan Wahyu


Batara Semar atau Batara Ismaya, yang hidup di alam Sunyaruri, sering turun ke dunia dan manitis di dalam diri Janggan Semarasanta, seorang abdi dari Pertapaan Saptaarga. Mengingat bahwa bersatunya antara Batara Ismaya dan Janggan Semarasanta yang kemudian populer dengan nama Semar merupakan penyelenggaraan Illahi, maka munculnya tokoh Semar diterjemahkan sebagai kehadiran Sang Illahi dalam kehidupan nyata dengan cara yang tersamar, penuh misteri.

Dari bentuknya saja, tokoh ini tidak mudah diterka. Wajahnya adalah wajah laki-laki. Namun badannya serba bulat, payudara montok, seperti layaknya wanita. Rambut putih dan kerut wajahnya menunjukan bahwa ia telah berusia lanjut, namun rambutnya dipotong kuncung seperti anak-anak. Bibirnya berkulum senyum, namun mata selalu mengeluarkan air mata (ndrejes). Ia menggunakan kain sarung bermotif kawung, memakai sabuk tampar, seperti layaknya pakaian yang digunakan oleh kebanyakan abdi. Namun ia adalah Batara Ismaya atau Batara Semar, seorang Dewa anak Sang Hyang Wisesa, pencipta alam semesta.

Semar selain sosok yang sarat misteri, ia juga merupakan simbol kesempurnaan hidup. Di dalam Semar tersimpan karakter wanita, karakter laki-laki, karakter anak-anak, karakter orang dewasa atau orang tua, ekspresi gembira dan ekspresi sedih bercampur menjadi satu. Kesempurnaan tokoh Semar semakin lengkap, ditambah dengan jimat Mustika Manik Astagina pemberian Sang Hyang Wasesa, yang disimpan di kuncungnya. Jimat tersebut mempunyai delapan daya yaitu; terhindar dari lapar, ngantuk, asmara, sedih, capek, sakit, panas dan dingin. Delapan macam kasiat Mustika Manik Astagina tersebut untuk menggambarkan walaupun Semar hidup di alam kodrat, ia berada di atas kodrat. Ia adalah simbol misteri kehidupan dan kehidupan itu sendiri.

Jika dipahami hidup merupakan anugerah dari Sang Maha Hidup, maka Semar merupakan anugerah Sang Maha Hidup yang hidup dalam kehidupan nyata. Tokoh yang diikuti Semar adalah gambaran riil, bahwa sang tokoh tersebut senantiasa menjaga, mencintai dan menghidupi hidup itu sendiri, hidup yang berasal dari Sang Maha Hidup. Jika hidup itu dijaga, dipelihara dan dicintai maka hidup tersebut akan berkembang mencapai puncak dan menyatu kepada Sang Sumber Hidup, manunggaling kawula lan Gusti. Makna simbol yg terkandung dalam tokoh Semar, maka hanya melalui Semar, bersama Semar dan di dalam Semar, orang akan mampu mengembangkan hidupnya hingga mencapai kesempurnaan dan menyatu dengan Tuhannya.

Sebagai symbol proses kehidupan yang akhirnya dapat membawa kehidupan seseorang kembali dan bersatu kepada Sang Sumber Hidup, Semar menjadi tanda sebuah rahmat Illahi (wahyu) kepada titahnya, Ini disimbolkan dengan kepanjangan nama dari Semar, yaitu Badranaya. Badra artinya Rembulan, atau keberuntungan yang baik sekali. Sedangkan Naya adalah perilaku kebijaksanaan. Semar Badranaya mengandung makna, di dalam perilaku kebijaksanaan, tersimpan sebuah keberuntungan yang baik sekali, bagai orang kejatuhan rembulan atau mendapatkan wahyu.

Dalam lakon wayang, yang bercerita tentang Wahyu, tokoh Semar Badranaya menjadi rebutan para raja, karena dapat dipastikan, bahwa dengan memiliki Semar Badranaya maka wahyu akan berada dipihaknya.

Menjadi menarik bahwa ada dua sudut pandang yang berbeda, ketika para satria raja maupun pendeta memperebutkan Semar Badranaya dalam usahanya mendapatkan wahyu.

Sudut pandang pertama, mendudukkan Semar Badranaya sebagai sarana phisik untuk sebuah target. Mereka meyakini bahwa dengan memboyong Semar, wahyu akan mengikutnya sehingga dengan sendirinya sang wahyu didapatkan. Sudut pandang ini kebanyakan dilakukan oleh kelompok Kurawa atau tokoh-tokoh dari sabrang, atau juga tokoh lain yang hanya menginginkan jalan pintas, mencari enaknya sendiri. Yang penting mendapatkan wahyu, tanpa harus menjalani laku yang rumit dan berat.
Sudut pandang ke dua adalah mereka yang mendudukan Semar Badranaya sebagai sarana batin untuk sebuah proses. Konsekwensinya bahwa mereka mau membuka hati agar Semar Badranaya masuk, tinggal dan menyertai kehidupannya, sehingga dapat berproses bersama meraih Wahyu. Penganut pandangan ini adalah kelompok dari keturunan Saptaarga.

Dari ke dua sudut pandang itulah terjadilah konflik, dalam usahanya memperebutkan turunnya wahyu. Dan tentu saja berakhir dengan kemenangan kelompok Saptaarga.

Mengapa wahyu selalu jatuh kepada keturunan Saptaarga? Karena keturunan Saptaarga selalu mengajarkan perilaku kebijaksanaan, semenjak Resi Manumanasa hingga sampai Harjuna. Di kalangan Saptaarga ada warisan tradisi spiritual yang kuat dan konsisten dalam hidupnya. Tradisi tersebut antara lain; sikap rendah hati, suka menolong sesama, tidak serakah, melakukan tapa, mengurangi makan dan tidur dan laku lainnya. Karena tradisi-tradisi itulah, maka keturunan Saptaarga kuat diemong oleh Semar Badranaya.

Masuknya Semar Badranaya dalam setiap kehidupan, menggambarkan masuknya Sang Penyelenggara Illahi di dalam hidup itu sendiri. Maka sudah sepantasnya, anugerah Ilahi yang berwujud wahyu akan bersemayam di dalamnya. Karena apa yang tersembunyi di balik tokoh Semar adalah Wahyu. Wahyu yang disembunyikan bagi orang tamak dan dibuka bagi orang yang hatinya merunduk dan melakukan perilaku kebijaksanaan. Seperti yang dilakukan keturunan Saptaarga
Baca Selanjutnya..

Minggu, Maret 15, 2009

WAHYU


Sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa wahyu adalah wujud kelimpahan rahmat dan pencerahan Tuhan kepada seseorang. Sehingga orang yang mendapat wahyu atau kewahyon, dapat dikatakan hidupnya berhasil secara lahir dan batin. Dengan demikian wahyu dimaknai sebagai tanda perubahan seseorang mengarah kepada kebaikan, kesuksesan dan kemasyhuran yang berguna bagi kesejahteraan banyak orang. Perubahan tersebut tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil dari sebuah keprihatinan yang dibarengi laku batin. Pada umumnya laku batin adalah; bertapa, berpuasa, berpantang, mengurangi tidur, pergi kesuatu tempat yang dianggap sakral dan laku yang lain. Itu semua merupakan wujud kesungguhan dari usaha manusia dalam mendapatkan apa yang diinginkan dan dicita-citakan.

Namun tidak semua orang yang menjalani laku batin tersebut ke jatuhan wahyu. Mengingat bahwa wahyu adalah anugerah dari Tuhan kepada manusia, maka tentu saja wahyu tidak dapat dikejar, apalagi dipaksa untuk jatuh dan tinggal pada orang tertentu. Karena jika yang terjadi demikian akan bertentangan dengan karakteristik wahyu, yaitu sebuah tanda perubahan yang mengarah pada hal-hal kebaikan.

Secara phisik wahyu berujud cahaya yang turun dari langit, besarnya hampir sama dengan bulan. Cahaya wahyu terjadi dari campuran sinar manik-manik emas dan salaka (logam putih), sehingga menimbulkan cahaya putih ke hijau-hijauan. Bagi masyarakat, terutama yang masih berpegang pada tradisi turun-temurun, jatuhnya sebuah wahyu yang sesungguhnya pada suatu tempat, merupakan tanda bahwa dari tempat tersebut nantinya akan muncul seorang yang sukses besar, baik dalam bidang derajat kepangkatan maupun kelimpahan harta benda, yang dapat dirasakan masyarakat luas. Biasanya Wahyu turun pada jam-jam keramat, yaitu berkisar pada pukul 03.00 dini hari.

Selain Wahyu, ada empat macam cahaya yang jatuh dari langit, masing-masing mempunyai nama dan karakteristik berbeda, yaitu:

* Andaru; berujud sinar berwarna kuning kemilau yang pinggirnya kemerah-merahan, terjadi dari campuran sinar manik-manik emas, tembaga dan timah. Seseorang yang kejatuhan Andaru, akan menjadi kaya, dengan mendapatkan kelimpahan harta benda, yang dapat menyenangkan banyak orang. Dengan demikian orang yang mendapatkan Andaru akan di sujudi orang banyak. Andaru berkarakter kebendaan, sehingga ia akan memilih seseorang yang menjalani laku batin karena keprihatinannya akan kemiskinan hidupnya.

* Pulung; cahaya yang jatuh dari langit dengan warna biru ke hijau-hijauan. cahaya tersebut terjadi dari sinar manik-manik emas dan tembaga. Seseorang yang kejatuhan Pulung hidupnya akan dipenuhi oleh belas kasihan kepada sesama, sehingga ia akan di segani dan dihormati banyak orang. Pulung berkarakter cinta kasih, sehingga jatuhnya Pulung akan memilih orang yang menjalani upaya lahir batin atas keprihatinannya mengamalkan cintakasih kepada sesama, dalam mewujudkan keindahan, ketentraman dan kedamaian dunia, Amemayu Hayuning Bawana.

* Guntur; Cahaya berwarna ungu, pinggirnya berwarna merah muda, yang terjadi dari campuran tiga sinar, yaitu tembaga, garam dan belerang. Bagi orang yang kejatuhan Guntur, hidupnya akan menjadi besar karena kebengisan dan ketamakannya. Sepak terjangnya membuat banyak orang takut dan tercekam. Guntur berkarakter angkaramurka, dan cocok bagi orang yang sedang menjalani laku dengan tujuan menjadi orang besar dan mampu memerintah dan menguasai orang banyak.

* Teluhbraja; wujudnya sinar yang jatuh dari langit dengan warna merah, pinggirnya berwarna biru. Terjadi dari campuran tiga sinar, yaitu timah, tembaga dan belerang. Seseorang yang berwatak iri hati, licik dan senang mencelakai orang lain, jika mempunyai keingingan menjadi besar dengan dibarengi laku batin, maka yang akan jatuh dan memberi tambahan daya kekuatan dalam hidupnya adalah Teluhbraja. Karena karakter Teluhbraja cocok dengan karakter orang tersebut, yaitu menimbulkan banyak orang celaka dan susah. Dipercaya, jika disuatu tempat jatuh sebuah sinar yang berwarna merah kebiru-biruan, itu namanya Teluhbraja, dan akibatnya di daerah tersebut akan timbul bencana yang menyengsarakan orang banyak.

Dapat dimaknai bahwa keprihatinan, usaha dan gerakan lahir batin seseorang, atau putaran jagad cilik , berpengaruh langsung dengan kehidupan alam semesta dan manusia diluar dirinya.

Ketika batin seseorang bergerak dengan dibarengi laku, maka akan menimbulkan energi berkekuatan magnit yang dapat menarik energi alam semesta. Semakin berat laku batin seseorang, semakin cepat putaran yang digerakan dan akan semakin kuat daya magnetisnya dalam menyedot energi alam semesta.

Jika yang digerakan mengandung energi kebaikan dan keluhuran, maka yang masuk dinamakan Wahyu. Jika yang digerakan berupa energi cinta dan belas kasihan, maka energi yang masuk dinamakan Pulung. Demikian pula jika yang digerakan adalah energi derajat dan pangkat, maka yang singgah dan masuk didalamnya dinamakan Andaru. Sedangkan Teluhbraja dan Guntur akan memberi energi kepada orang yang menggerakan energi angkaramurka dan ketamakan.

Saat bersatunya energi seseorang dengan energi alam semesta itulah yang ditandai dengan jatuhnya sebuah sinar. Dengan mengenali ciri-cirinya dari masing-masing sinar yang jatuh disuatu tempat pada dini hari, apakah itu sinar Wahyu, Andaru, Pulung, Teluhbraja dan Guntur, paling tidak orang akan mampu menangkap pertanda alam untuk meprediksi apa yang akan terjadi. Dan itu merupakan awal dari sebuah peringatan bagi orang yang berada disekitarnya, agar siap dan waspada menghadapi perubahan seseorang entah baik atau buruk, yang akan berdampak langsung secara luas.
Baca Selanjutnya..

Jumat, Maret 13, 2009