Photobucket
Tampilkan postingan dengan label punokawan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label punokawan. Tampilkan semua postingan

Jumat, April 10, 2009

PUNOKAWAN

1. Punakawan adalah karakter yang khas dalam wayang Indonesia. Mereka melambangkan orang kebanyakan. Karakternya mengindikasikan bermacam-macam peran, seperti penasihat para ksatria, penghibur, kritisi sosial, badut bahkan sumber kebenaran dan kebijakan. Dalam wayang Jawa karakter punakawan terdiri atas Semar, Gareng, Bagong, dan Petruk. Dalam wayang Bali karakter punakawan terdiri atas Malen dan Merdah (abdi dari Pandawa) dan Delem dan Sangut (abdi dari Kurawa)

2. Semar adalah pengasuh dari Pendawa. Alkisah, ia juga bernama Hyang Ismaya. Mekipun ia berwujud manusia jelek, ia memiliki kesaktian yang sangat tinggi bahkan melebihi para dewa.

3. Gareng adalah anak Semar yang berarti pujaan atau didapatkan dengan memuja. Nalagareng adalah seorang yang tak pandai bicara, apa yang dikatakannya kadang- kadang serba salah. Tetapi ia sangat lucu dan menggelikan. Ia pernah menjadi raja di Paranggumiwang dan bernama Pandubergola. Ia diangkat sebagi raja atas nama Dewi Sumbadra. Ia sangat sakti dan hanya bisa dikalahkan oleh Petruk.

4. Petruk anak Semar yang bermuka manis dengan senyuman yang menarik hati, panda berbicara, dan juga sangat lucu. Ia suka menyindir ketidakbenaran dengan lawakan-lawakannya. Petruk pernah menjadi raja di negeri Ngrancang Kencana dan bernama Helgeduelbek. Dikisahkan ia melarikan ajimat Kalimasada. Tak ada yang dapat mengalahkannya selain Gareng.

5. Bagong berarti bayangan Semar. Alkisah ketika diturunkan ke dunia, Dewa bersabda pada Semar bahwa bayangannyalah yang akan menjadi temannya. Seketika itu juga bayangannya berubah wujud menjadi Bagong. Bagong itu memiliki sifat lancang dan suka berlagak bodoh. Ia juga sangat lucu.
Baca Selanjutnya..

Selasa, Maret 17, 2009

Semar, Gareng, Petruk, Bagong (PUNOKAWAN)

Hadirnya Semar sebagai pamomong keturunan Saptaarga tidak sendirian. Ia ditemani oleh tiga anaknya, yaitu; Gareng, Petruk, Bagong. Ke empat abdi tersebut dinamakan Panakawan. Dapat disaksikan, hampir pada setiap pegelaran wayang kulit purwa, akan muncul seorang ksatria keturunan Saptaarga diikuti oleh Semar, Gareng, Petruk, Bagong. Cerita apa pun yang dipagelarkan, ke lima tokoh ini menduduki posisi penting. Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan Saptaarga atau pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan tapa ngrame. (menolong tanpa pamrih).

Dikisahkan, perjalanan sang Ksatria dan ke empat abdinya memasuki hutan. Ini menggambarkan bahwa sang ksatria mulai memasuki medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh semak belukar, banyak binatang buas, makhluk jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika lengah dapat mengacam jiwanya. Namun pada akhirnya Ksatria, Semar, Gareng, Petruk, Bagong berhasil memetik kemenangan dengan mengalahkan kawanan Raksasa, sehingga berhasil keluar hutan dengan selamat. Di luar hutan, rintangan masih menghadang, bahaya senantiasa mengancam. Berkat Semar dan anak-anaknya, sang Ksatria dapat menyingkirkan segala penghalang dan berhasil menyelesaikan tugas hidupnya dengan selamat.
Mengapa peranan Semar dan anak-anaknya sangat menentukan keberhasilan suatu kehidupan? Bahwa Semar merupakan gambaran penyelenggaraan Illahi yang ikut berproses dalam kehidupan manusia. Ke empat panakawan tersebut merupakan simbol dari cipta, rasa, karsa dan karya.

Semar mempunyai ciri menonjol yaitu kuncung putih. Kuncung putih di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau cipta.
Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero, bertangan cekot dan berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa. Mata kero, adalah rasa kewaspadaan, tangan cekot adalah rasa ketelitian dan kaki pincang adalah rasa kehati-hatian.
Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang digambarkan dalam kedua tangannya. Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang dikehendaki, tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih. Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya selalu bersedia bekerja keras.
Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karya berada dalam satu wilayah yang bernama pribadi atau jati diri manusia, disimbolkan tokoh Ksatria.

Gambaran manusia ideal adalah merupakan gambaran pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya dapat menempati fungsinya masing-masing dengan harmonis, untuk kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur.

Dengan demikian jelas bahwa antara Ksatria dan panakawan mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan mau bekerja keras (karya).
Simbolisasi ksatria dan empat abdinya, sama dengan 'ngelmu' sedulur papat lima pancer. Sedulur papat adalah panakawan, lima pancer adalah ksatriya. Posisi pancer berada ditengah, diapit oleh dua saudara tua (kakang mbarep, kakang kawah) dan dua saudara muda (adi ari-ari dan adi wuragil). Ngelmu sedulur papat lima pancer lahir dari konsep penyadaran akan awal mula manusia diciptakan dan tujuan akhir hidup manusia (sangkan paraning dumadi). Awal mula manusia diciptakan di awali dari saat-saat menjelang kelahiran. Sebelum sang bayi (bayi, dalam konteks ini adalah pancer) lahir dari rahim ibu, yang muncul pertama kali adalah rasa cemas si ibu. Rasa cemas itu dinamakan Kakang mbarep. Kemudian pada saat menjelang bayi itu lahir, keluarlah cairan bening atau banyu kawah sebagai pelicin, untuk melindungi si bayi, agar proses kelahiran lancar dan kulit bayi yang lembut tidak lecet atau terluka. Banyu kawah itu disebut Kakang kawah. Setelah bayi lahir akan disusul dengan keluarnya ari-ari dan darah. Ari-ari disebut Adi ari-ari dan darah disebut Adi wuragil.

Ngelmu sedulur papat lima pancer memberi tekanan bahwa, manusia dilahirkan ke dunia ini tidak sendirian. Ada empat saudara yang mendampingi. Pancer adalah sukma sejati dan sedulur papat adalah raga sejati. Bersatunya sukma sejati dan raga sejati melahirkan sebuah kehidupan.
Hubungan antara pancer dan sedulur papat dalam kehidupan, digambarkan dengan seorang sais mengendalikan sebuah kereta, ditarik oleh empat ekor kuda, yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih. Sais kereta melambangkan kebebasan untuk memutuskan dan berbuat sesuatu. Kuda merah melambangkan energi, semangat, kuda hitam melambangkan kebutuhan biologis, kuda kuning melambangkan kebutuhan rohani dan kuda putih melambangkan keheningan, kesucian. Sebagai sais, tentunya tidak mudah mengendalikan empat kuda yang saling berbeda sifat dan kebutuhannya. Jika sang sais mampu mengendalikan dan bekerjasama dengan ke empat ekor kudanya dengan baik dan seimbang, maka kereta akan berjalan lancar sampai ke tujuan akhir. Sang Sangkan Paraning Dumadi.
Baca Selanjutnya..

Senin, Maret 16, 2009

Semar dan Wahyu


Batara Semar atau Batara Ismaya, yang hidup di alam Sunyaruri, sering turun ke dunia dan manitis di dalam diri Janggan Semarasanta, seorang abdi dari Pertapaan Saptaarga. Mengingat bahwa bersatunya antara Batara Ismaya dan Janggan Semarasanta yang kemudian populer dengan nama Semar merupakan penyelenggaraan Illahi, maka munculnya tokoh Semar diterjemahkan sebagai kehadiran Sang Illahi dalam kehidupan nyata dengan cara yang tersamar, penuh misteri.

Dari bentuknya saja, tokoh ini tidak mudah diterka. Wajahnya adalah wajah laki-laki. Namun badannya serba bulat, payudara montok, seperti layaknya wanita. Rambut putih dan kerut wajahnya menunjukan bahwa ia telah berusia lanjut, namun rambutnya dipotong kuncung seperti anak-anak. Bibirnya berkulum senyum, namun mata selalu mengeluarkan air mata (ndrejes). Ia menggunakan kain sarung bermotif kawung, memakai sabuk tampar, seperti layaknya pakaian yang digunakan oleh kebanyakan abdi. Namun ia adalah Batara Ismaya atau Batara Semar, seorang Dewa anak Sang Hyang Wisesa, pencipta alam semesta.

Semar selain sosok yang sarat misteri, ia juga merupakan simbol kesempurnaan hidup. Di dalam Semar tersimpan karakter wanita, karakter laki-laki, karakter anak-anak, karakter orang dewasa atau orang tua, ekspresi gembira dan ekspresi sedih bercampur menjadi satu. Kesempurnaan tokoh Semar semakin lengkap, ditambah dengan jimat Mustika Manik Astagina pemberian Sang Hyang Wasesa, yang disimpan di kuncungnya. Jimat tersebut mempunyai delapan daya yaitu; terhindar dari lapar, ngantuk, asmara, sedih, capek, sakit, panas dan dingin. Delapan macam kasiat Mustika Manik Astagina tersebut untuk menggambarkan walaupun Semar hidup di alam kodrat, ia berada di atas kodrat. Ia adalah simbol misteri kehidupan dan kehidupan itu sendiri.

Jika dipahami hidup merupakan anugerah dari Sang Maha Hidup, maka Semar merupakan anugerah Sang Maha Hidup yang hidup dalam kehidupan nyata. Tokoh yang diikuti Semar adalah gambaran riil, bahwa sang tokoh tersebut senantiasa menjaga, mencintai dan menghidupi hidup itu sendiri, hidup yang berasal dari Sang Maha Hidup. Jika hidup itu dijaga, dipelihara dan dicintai maka hidup tersebut akan berkembang mencapai puncak dan menyatu kepada Sang Sumber Hidup, manunggaling kawula lan Gusti. Makna simbol yg terkandung dalam tokoh Semar, maka hanya melalui Semar, bersama Semar dan di dalam Semar, orang akan mampu mengembangkan hidupnya hingga mencapai kesempurnaan dan menyatu dengan Tuhannya.

Sebagai symbol proses kehidupan yang akhirnya dapat membawa kehidupan seseorang kembali dan bersatu kepada Sang Sumber Hidup, Semar menjadi tanda sebuah rahmat Illahi (wahyu) kepada titahnya, Ini disimbolkan dengan kepanjangan nama dari Semar, yaitu Badranaya. Badra artinya Rembulan, atau keberuntungan yang baik sekali. Sedangkan Naya adalah perilaku kebijaksanaan. Semar Badranaya mengandung makna, di dalam perilaku kebijaksanaan, tersimpan sebuah keberuntungan yang baik sekali, bagai orang kejatuhan rembulan atau mendapatkan wahyu.

Dalam lakon wayang, yang bercerita tentang Wahyu, tokoh Semar Badranaya menjadi rebutan para raja, karena dapat dipastikan, bahwa dengan memiliki Semar Badranaya maka wahyu akan berada dipihaknya.

Menjadi menarik bahwa ada dua sudut pandang yang berbeda, ketika para satria raja maupun pendeta memperebutkan Semar Badranaya dalam usahanya mendapatkan wahyu.

Sudut pandang pertama, mendudukkan Semar Badranaya sebagai sarana phisik untuk sebuah target. Mereka meyakini bahwa dengan memboyong Semar, wahyu akan mengikutnya sehingga dengan sendirinya sang wahyu didapatkan. Sudut pandang ini kebanyakan dilakukan oleh kelompok Kurawa atau tokoh-tokoh dari sabrang, atau juga tokoh lain yang hanya menginginkan jalan pintas, mencari enaknya sendiri. Yang penting mendapatkan wahyu, tanpa harus menjalani laku yang rumit dan berat.
Sudut pandang ke dua adalah mereka yang mendudukan Semar Badranaya sebagai sarana batin untuk sebuah proses. Konsekwensinya bahwa mereka mau membuka hati agar Semar Badranaya masuk, tinggal dan menyertai kehidupannya, sehingga dapat berproses bersama meraih Wahyu. Penganut pandangan ini adalah kelompok dari keturunan Saptaarga.

Dari ke dua sudut pandang itulah terjadilah konflik, dalam usahanya memperebutkan turunnya wahyu. Dan tentu saja berakhir dengan kemenangan kelompok Saptaarga.

Mengapa wahyu selalu jatuh kepada keturunan Saptaarga? Karena keturunan Saptaarga selalu mengajarkan perilaku kebijaksanaan, semenjak Resi Manumanasa hingga sampai Harjuna. Di kalangan Saptaarga ada warisan tradisi spiritual yang kuat dan konsisten dalam hidupnya. Tradisi tersebut antara lain; sikap rendah hati, suka menolong sesama, tidak serakah, melakukan tapa, mengurangi makan dan tidur dan laku lainnya. Karena tradisi-tradisi itulah, maka keturunan Saptaarga kuat diemong oleh Semar Badranaya.

Masuknya Semar Badranaya dalam setiap kehidupan, menggambarkan masuknya Sang Penyelenggara Illahi di dalam hidup itu sendiri. Maka sudah sepantasnya, anugerah Ilahi yang berwujud wahyu akan bersemayam di dalamnya. Karena apa yang tersembunyi di balik tokoh Semar adalah Wahyu. Wahyu yang disembunyikan bagi orang tamak dan dibuka bagi orang yang hatinya merunduk dan melakukan perilaku kebijaksanaan. Seperti yang dilakukan keturunan Saptaarga
Baca Selanjutnya..

Minggu, Maret 15, 2009

WAHYU


Sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa wahyu adalah wujud kelimpahan rahmat dan pencerahan Tuhan kepada seseorang. Sehingga orang yang mendapat wahyu atau kewahyon, dapat dikatakan hidupnya berhasil secara lahir dan batin. Dengan demikian wahyu dimaknai sebagai tanda perubahan seseorang mengarah kepada kebaikan, kesuksesan dan kemasyhuran yang berguna bagi kesejahteraan banyak orang. Perubahan tersebut tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil dari sebuah keprihatinan yang dibarengi laku batin. Pada umumnya laku batin adalah; bertapa, berpuasa, berpantang, mengurangi tidur, pergi kesuatu tempat yang dianggap sakral dan laku yang lain. Itu semua merupakan wujud kesungguhan dari usaha manusia dalam mendapatkan apa yang diinginkan dan dicita-citakan.

Namun tidak semua orang yang menjalani laku batin tersebut ke jatuhan wahyu. Mengingat bahwa wahyu adalah anugerah dari Tuhan kepada manusia, maka tentu saja wahyu tidak dapat dikejar, apalagi dipaksa untuk jatuh dan tinggal pada orang tertentu. Karena jika yang terjadi demikian akan bertentangan dengan karakteristik wahyu, yaitu sebuah tanda perubahan yang mengarah pada hal-hal kebaikan.

Secara phisik wahyu berujud cahaya yang turun dari langit, besarnya hampir sama dengan bulan. Cahaya wahyu terjadi dari campuran sinar manik-manik emas dan salaka (logam putih), sehingga menimbulkan cahaya putih ke hijau-hijauan. Bagi masyarakat, terutama yang masih berpegang pada tradisi turun-temurun, jatuhnya sebuah wahyu yang sesungguhnya pada suatu tempat, merupakan tanda bahwa dari tempat tersebut nantinya akan muncul seorang yang sukses besar, baik dalam bidang derajat kepangkatan maupun kelimpahan harta benda, yang dapat dirasakan masyarakat luas. Biasanya Wahyu turun pada jam-jam keramat, yaitu berkisar pada pukul 03.00 dini hari.

Selain Wahyu, ada empat macam cahaya yang jatuh dari langit, masing-masing mempunyai nama dan karakteristik berbeda, yaitu:

* Andaru; berujud sinar berwarna kuning kemilau yang pinggirnya kemerah-merahan, terjadi dari campuran sinar manik-manik emas, tembaga dan timah. Seseorang yang kejatuhan Andaru, akan menjadi kaya, dengan mendapatkan kelimpahan harta benda, yang dapat menyenangkan banyak orang. Dengan demikian orang yang mendapatkan Andaru akan di sujudi orang banyak. Andaru berkarakter kebendaan, sehingga ia akan memilih seseorang yang menjalani laku batin karena keprihatinannya akan kemiskinan hidupnya.

* Pulung; cahaya yang jatuh dari langit dengan warna biru ke hijau-hijauan. cahaya tersebut terjadi dari sinar manik-manik emas dan tembaga. Seseorang yang kejatuhan Pulung hidupnya akan dipenuhi oleh belas kasihan kepada sesama, sehingga ia akan di segani dan dihormati banyak orang. Pulung berkarakter cinta kasih, sehingga jatuhnya Pulung akan memilih orang yang menjalani upaya lahir batin atas keprihatinannya mengamalkan cintakasih kepada sesama, dalam mewujudkan keindahan, ketentraman dan kedamaian dunia, Amemayu Hayuning Bawana.

* Guntur; Cahaya berwarna ungu, pinggirnya berwarna merah muda, yang terjadi dari campuran tiga sinar, yaitu tembaga, garam dan belerang. Bagi orang yang kejatuhan Guntur, hidupnya akan menjadi besar karena kebengisan dan ketamakannya. Sepak terjangnya membuat banyak orang takut dan tercekam. Guntur berkarakter angkaramurka, dan cocok bagi orang yang sedang menjalani laku dengan tujuan menjadi orang besar dan mampu memerintah dan menguasai orang banyak.

* Teluhbraja; wujudnya sinar yang jatuh dari langit dengan warna merah, pinggirnya berwarna biru. Terjadi dari campuran tiga sinar, yaitu timah, tembaga dan belerang. Seseorang yang berwatak iri hati, licik dan senang mencelakai orang lain, jika mempunyai keingingan menjadi besar dengan dibarengi laku batin, maka yang akan jatuh dan memberi tambahan daya kekuatan dalam hidupnya adalah Teluhbraja. Karena karakter Teluhbraja cocok dengan karakter orang tersebut, yaitu menimbulkan banyak orang celaka dan susah. Dipercaya, jika disuatu tempat jatuh sebuah sinar yang berwarna merah kebiru-biruan, itu namanya Teluhbraja, dan akibatnya di daerah tersebut akan timbul bencana yang menyengsarakan orang banyak.

Dapat dimaknai bahwa keprihatinan, usaha dan gerakan lahir batin seseorang, atau putaran jagad cilik , berpengaruh langsung dengan kehidupan alam semesta dan manusia diluar dirinya.

Ketika batin seseorang bergerak dengan dibarengi laku, maka akan menimbulkan energi berkekuatan magnit yang dapat menarik energi alam semesta. Semakin berat laku batin seseorang, semakin cepat putaran yang digerakan dan akan semakin kuat daya magnetisnya dalam menyedot energi alam semesta.

Jika yang digerakan mengandung energi kebaikan dan keluhuran, maka yang masuk dinamakan Wahyu. Jika yang digerakan berupa energi cinta dan belas kasihan, maka energi yang masuk dinamakan Pulung. Demikian pula jika yang digerakan adalah energi derajat dan pangkat, maka yang singgah dan masuk didalamnya dinamakan Andaru. Sedangkan Teluhbraja dan Guntur akan memberi energi kepada orang yang menggerakan energi angkaramurka dan ketamakan.

Saat bersatunya energi seseorang dengan energi alam semesta itulah yang ditandai dengan jatuhnya sebuah sinar. Dengan mengenali ciri-cirinya dari masing-masing sinar yang jatuh disuatu tempat pada dini hari, apakah itu sinar Wahyu, Andaru, Pulung, Teluhbraja dan Guntur, paling tidak orang akan mampu menangkap pertanda alam untuk meprediksi apa yang akan terjadi. Dan itu merupakan awal dari sebuah peringatan bagi orang yang berada disekitarnya, agar siap dan waspada menghadapi perubahan seseorang entah baik atau buruk, yang akan berdampak langsung secara luas.
Baca Selanjutnya..

Jumat, Maret 13, 2009

Semar


Di dalam cerita pewayangan, Semar adalah putra Sang Hyang Wisesa, ia diberi anugerah mustika manik astagina, yang mempunyai 8 daya, yaitu:

1. tidak pernah lapar
2. tidak pernah mengantuk
3. tidak pernah jatuh cinta
4. tidak pernah bersedih
5. tidak pernah merasa capek
6. tidak pernah menderita sakit
7. tidak pernah kepanasan
8. tidak pernah kedinginan

kedelapan daya tersebut diikat pada rambut yang ada di ubun-ubun atau kuncung. Semar atau Ismaya, diberi beberapa gelar yaitu

1. Batara Semar.
2. Batara Ismaya.
3. Batara Iswara.
4. Batara Samara.
5. Sanghyang Jagad Wungku.
6. Sanghyang Jatiwasesa.
7. Sanghyang Suryakanta.

Ia diperintahkan untuk menguasai alam Sunyaruri, atau alam kosong, tidak diperkenankan menguasi manusia di alam dunia. Di alam Sunyaruri, Batara Semar dijodohkan dengan Dewi Sanggani putri dari Sanghyang Hening. Dari hasil perkawinan mereka, lahirlah sepuluh anak yaitu:

1. Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan.
2. Batara Siwah.
3. Batara Wrahaspati.
4. Batara Yamadipati.
5. Batara Surya.
6. Batara Candra.
7. Batara Kwera.
8. Batara Tamburu.
9. Batara Kamajaya.
10. Dewi Sarmanasiti.

Anak sulung yang bernama Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan mempunyai anak cebol, ipel-ipel dan berkulit hitam. Anak tersebut diberi nama Semarasanta dan diperintahkan turun di dunia, tinggal di padepokan Pujangkara. Semarasanta ditugaskan mengabdi kepada Resi Kanumanasa di Pertapaan Saptaarga.

Dikisahkan Munculnya Semarasanta di Pertapaan Saptaarga, diawali ketika Semarasanta dikejar oleh dua harimau, ia lari sampai ke Saptaarga dan ditolong oleh Resi Kanumanasa. Ke dua Harimau tersebut diruwat oleh Sang Resi dan ke duanya berubah menjadi bidadari yang cantik jelita. Yang tua bernama Dewi Kanestren dan yang muda bernama Dewi Retnawati. Dewi Kanestren diperistri oleh Semarasanta dan Dewi Retnawati menjadi istri Resi Kanumanasa. Mulai saat itu Semarasanta mengabdi di Saptaarga dan diberi sebutan Janggan Semarsanta.

Sebagai Pamong atau abdi, Janggan Semarasanta sangat setia kepada Bendara (tuan)nya. Ia selalu menganjurkan untuk menjalani laku prihatin dengan berpantang, berdoa, mengurangi tidur dan bertapa, agar mencapai kemuliaan. Banyak saran dan petuah hidup yang mengarah pada keutamaan dibisikan oleh tokoh ini. Sehingga hanya para Resi, Pendeta atau pun Ksatria yang kuat menjalani laku prihatin, mempunyai semangat pantang menyerah, rendah hati dan berperilaku mulia, yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta. Dapat dikatakan bahwa Janggan Semarasanta merupakan rahmat yang tersembunyi. Siapa pun juga yang diikutinya, hidupnya akan mencapai puncak kesuksesan yang membawa kebahagiaqan abadi lahir batin. Dalam catatan kisah pewayangan, ada tujuh orang yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta, yaitu; Resi Manumanasa sampai enam keturunannya, Sakri, Sekutrem, Palasara, Abiyasa, Pandudewanata dan sampai Arjuna.

Jika sedang marah kepada para Dewa, Janggan Semarasanta katitisan oleh eyangnya yaitu Batara Semar. Jika dilihat secara fisik, Semarasanta adalah seorang manusia cebol jelek dan hitam, namun sesungguhnya yang ada dibalik itu ia adalah pribadi dewa yang bernama Batara Semar atau Batara Ismaya.

Karena Batara Semar tidak diperbolehkan menguasai langsung alam dunia, maka ia memakai wadag Janggan Semarasanta sebagai media manitis (tinggal dan menyatu), sehingga akhirnya nama Semarasanta jarang disebut, ia lebih dikenal dengan nama Semar.

SEMAR adalah sebuah misteri, rahasia Sang Pencipta. Rahasia tersebut akan disembunyikan kepada orang-orang yang egois, tamak, iri dengki, congkak dan tinggi hati, namun dibuka bagi orang-orang yang sabar, tulus, luhur budi dan rendah hati. Dan orang yang di anugerahi Sang Rahasia, atau SEMAR, hidupnya akan berhasil ke puncak kebahagiaan dan kemuliaan nan abadi.
Baca Selanjutnya..