Photobucket
Tampilkan postingan dengan label nyi roro kidul. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label nyi roro kidul. Tampilkan semua postingan

Selasa, Maret 03, 2009

Keindahan dan Mitos Pantai Parangtritis

Di pesisir selatan Yogyakarta, terdapat sekitar 13 obyek pantai yang memiliki pesona wisata, ternyata Pantai Parangtritis yang selalu menempati peringkat teratas dalam angka kunjungan wisata, dibanding pantai-pantai lainnya. Pantai yang Berlokasi sekitar 27 Km dari kota Yogyakarta ini, dapat dicapai melalui desa Kretek atau rute yang lebih panjang, tetapi pemandangannya lebih indah yaitu melalui Imogiri dan desa Siluk.

Pantai yang termasuk wilayah Bantul ini merupakan pantai yang landai, dengan bukit berbatu, pesisir dan berpasir putih serta pemandangan bukit kapur di sebelah utara pantai. Di kawasan ini wisatawan dapat berkeliling pantai menggunakan bendi dan kuda yang disewakan dan dikemudikan oleh penduduk setempat. Selain terkenal sebagai tempat rekreasi, parangtritis juga merupakan tempat keramat. Banyak pengunjung yang datang untuk bermeditasi. Pantai ini merupakan salah satu tempat untuk melakukan upacara Labuhan dari Kraton Yogyakarta.

Pada musim kemarau, angin bertiup kencang seperti tak mau kalah dengan deburan ombak yang rata-rata setinggi 2-3 meter. Sering terdengar kabar ada pengunjung pantai selatan hilang terseret gelombang. Anehnya, jenazah pengunjung yang nahas itu, menghilang bagaikan ditelan bumi. Tim SAR rata-rata baru bisa menemukan jenazahnya 2-3 hari kemudian setelah melakukan penyisiran. Biasanya, lokasi penemuan mayat tidak pada area di mana pengunjung tersebut tertelan ombak. Mayat ditemukan ratusan meter, bahkan kadang beberapa kilometer dari lokasi semula.
Di kalangan masyarakat setempat, kejadian misterius semacam itu, semakin menguatkan mitos bahwa penguasa laut yang lazim disebut Nyi Roro Kidul (Ratu Pantai Selatan), suka "melenyapkan" orang yang tidak mengindahkan kaidah alam. Dari sisi ilmiah, kejadian semacam itu makin menguatkan teori bahwa palung laut selatan Jawa memang sarat arus bawah yang terus bergerak. Benda apa saja yang terseret ombak dari bibir pantai, terseret ke bawah dan terdampar pada lokasi berbeda.
Kepercayaan masyarakat setempat tentang legenda Nyi Roro Kidul juga dengan sendirinya melahirkan pesona tersendiri. Hampir setiap malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon, para pengunjung maupun nelayan setempat melakukan upacara ritual di pantai tersebut. Acara ritual diwarnai pelarungan sesajen dan kembang warna-warni ke laut. Puncak acara ritual biasanya terjadi pada malam 1 Suro, dan dua-tiga hari setelah hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Intinya, nelayan meminta keselamatan dan kemurahan rezeki dari penguasa bumi dan langit.
Baca Selanjutnya..

Senin, Februari 16, 2009

Misteri Dibalik Kamar 308

Kamar 308adalah salah satu kamar dari hotel di Ina Samudera (dahulu Samudera Beach Hotel) Pelabuhan Ratu, kamar istimewa ini dipercaya sebagai tempat Nyi Roro Kidul. Setiap orang yang hendak masuk ke kamar ini mesti mengucapkan salam atau apapun menurut kepercayaan masing-masing.

Kamar ini memiliki nuansa magis sangat terasa manakala masuk ke kamar yang dipercaya memiliki pesona magis dari sang ratu penguasa pantai selatan. Nuansa hijau menyergap setiap dinding dan karpet. Bahkan keramik lantai. Bunga sedap malam asli, dan wewangian lainnya menusuk hidung seperti masuk kamar pertapaan.

Kamar 308 di hotel dibangun pada 1962 yang digagas oleh Bung Karno,bagi sebagian orang yang percaya akan pesona dan keberadaan Nyi Roro Kidul kerap dijadikan tempat semedi. Pada hari-hari tertentu, seperti malam satu syura (Tahun Baru Hijriah) atau malam keramat lainnya.Tidak untuk menginap (memang tidak disewakan untuk menginap), melainkan untuk sekedar bersemedi. Setiap tamu diperkenankan memanjatkan doa dan lain-lain paling lama 1 jam. Tarifnya adalah Rp 125 ribu. Tetapi jika tamu tersebut menginap di hotel maka tidak dipungut biaya.

Keberadaan kamar 308 sangat menyolok. Dari depan tampak dua buah bangunan mirip janur dengan payung kecil kehijauan. Sementara balkon yang menghadap pantai tampak jelas dari kolam renang dengan kahadiran sejenis kanopi, juga nuansa hijau. Warna ini dipercaya merupakan warna favorit Nyi Roro Kidul.Di dalam kamar tampak lukisan potret wanita cantik yang diyakini sebagai gambaran ratu penguasa pantai selatan hasil karya Basuki Abdullah. Banyaknya barang dan pernak-pernik menunjukkan betapa banyak tamu yang pernah berkunjung ke kamar berbau mistis ini.
Baca Selanjutnya..

Minggu, Februari 15, 2009

NYI LORO KIDUL


Nyi Roro Kidul merupakan dewi dari dongeng Jawa terkenal sebagai Ratu Pantai Selatan, (Pelabuhan Ratu). Suatu ketika pada masa Prabu Siliwangi memerintah di Kerajaan Pajajaran, ia memiliki seorang permaisuri cantik dan sejumlah 7 selir. Suatu ketika sang permaisuri melahirkan anak perempuan cantik pula, bahkan melebihi kecantikan ibundanya. Ia dinamai Putri Lara Kadita yang berarti Putri Nan Cantik Jelita.

Kebaikan hati dan kecantikan Putri Kadita menimbulkan rasa iri para selir yang takut tersisih dari hadapan Prabu Siliwangi.Mereka bersekongkol menghancurkan kehidupan Putri Lara Kadita dan ibunya. Keduanya diguna-guna hingga menderita sakit kulit yang parah di sekujur tubuhnya. Di bawah pengaruh guna-guna para selir, Prabu Siliwangi pun mengusir keduanya dari keraton karena dikhawatirkan mereka akan mendatangkan malapetaka bagi kerajaan.

Dalam kondisi ini, Putri Lara Kadita dan ibunya pergi tanpa tujuan. Diceritakan, sang permaisuri tewas dalam pengembaraan, sedangkan Putri Lara Kadita terus berjalan menuju selatan sampai akhirnya tiba di sebuah bukit terjal di Pantai Karanghawu. Karena amat kelelahan, Putri Lara Kadita istirahat kemudian tertidur pulas. Dalam tidur ia bermimpi bertemu dengan “orang suci” yang memberi nasihat agar sang putri menyucikan diri dengan terjun ke laut untuk mendapatkan kesembuhan, mengembalikan kecantikannya, sekaligus memperoleh kekuatan gaib untuk membalas penderitaan yang dia alami.


Ketika terbangun, tanpa ragu Putri Lara Kadita melompat dari tebing curam ke tengah gulungan ombak, dan tenggelam ke dasar Laut Selatan. Mimpinya pun menjadi kenyataan. Selain sembuh dan kembali cantik, ia juga beroleh kekuatan gaib serta keabadian. Namun, sang putri harus tetap tinggal di Laut Selatan.Sejak itu ia disebut sebagai Nyi Loro Kidul (yang artinya loro = derita, kidul = selatan), atau sang Ratu Penguasa Laut Selatan.
Baca Selanjutnya..

Sabtu, Februari 14, 2009

Penguasa Laut Selatan “ Gusti Kanjeng Ratu Kidul “

Semua bencana di sepanjang pantai selatan pulau jawa pasti dikaitkan dengan mitos keberadaan penguasa sepanjang pantai tersebut yaitu Kanjeng Gusti Ratu Kidul, baik yang percaya maupun yang tidak. Banyak sebutan untuk penguasa selatan tersebut yaitu; Kanjeng Gusti Ratu Kidul, Nyi Roro Kidul,Nyai Ratu roro kidul dan lain-lain. Sebagian orang mengatakan bahwa sebenarnya sebutan yang berbeda-beda tersebut juga menggambarkan sosok yang berbeda pula, dan ada juga yang mengatakan semuanya adalah satu. Yang benar siapa, entahlah, Hanya Tuhan yang tau atau mungkin itu hanya sekedar legenda belaka??? Walau keberadaan Kanjeng Gusti Ratu Kidul hanya sekedar mitos atau legenda, tapi masyarakat Jawa pada umumnya sangat mempercayaai keberadaan tersebut, bahkan ada yang menyebutnya sebagai Wali Perempuan satu-satunya di Pulau Jawa disamping Wali-wali lainnya. Keraton Jawa tidak lepas dari keberadaan mitos tersebut, bahkan sangat menonjol, dibuktikan dengan adanya dari tarian sakral Bedhaya Ketawang, yang sejak Paku Buwana X naik tahta, setiap setahun sekali tarian itu dipergelarkan pada acara ulang tahun penobatan Raja,adanya Panggung Sangga Buwana.

'Gung pra peri perayangan ejim
sumiwi Sang Sinom
Prabu Rara yekti gedhe dhewe.
terjemahkan:
segenap makhluk halus jin
bersembah pada Sang Ratu
yang besar tak bertara

Terdapat berbagai macam versi mitos Kangjeng Ratu Kidul antara lain berdasarkan cerita pujangga Yosodipuro. Di kerajaan Kediri, terdapat seorang putra raja Jenggala yang bernama Raden Panji Sekar Taji yang pergi meninggalkan kerajaannya untuk mencari daerah kekuasaan baru. Pada masa pencariannya sampailah ia di hutan Sigaluh yang didalamnya terdapat pohon beringin berdaun putih dan bersulur panjang yang bernama waringin putih. Pohon itu ternyata merupakan pusat kerajaan para lelembut (mahluk halus) dengan Sang Prabu Banjaran Seta sebagai rajanya. Berdasarkan keyakinannya akan daerah itu, Raden Panji Sekar Taji melakukan pembabatan hutan sehingga pohon waringin putih tersebut ikut terbabat. Dengan terbabatnya pohon itu si Raja lelembut yaitu Prabu Banjaran Seta merasa senang dan dapat menyempurnakan hidupnya dengan langsung musnah ke alam sebenarnya. Kemusnahannya berwujud suatu cahaya yang kemudian langsung masuk ke tubuh Raden Panji Sekar Taji sehingga menjadikan dirinya bertambah sakti. Alkisah, Retnaning Dyah Angin-Angin adalah saudara perempuan Prabu Banjaran Seta yang kemudian menikah dengan Raden Panji Sekar Taji yang selanjutnya dinobatkan sebagai Raja. Dari hasil perkawinannya, pada hari Selasa Kliwon lahirlah putri yang bernama Ratu Hayu. Pada saat kelahirannya putri ini menurut cerita, dihadiri oleh para bidadari dan semua mahluk halus. Putri tersebut diberi nama oleh eyangnya (Eyang Sindhula), Ratu Pegedong dengan harapan nantinya akan menjadi wanita tercantik dijagat raya. Setelah dewasa ia benar-benar menjadi wanita yang cantik tanpa cacat atau sempurna dan wajahnya mirip dengan wajah ibunya bagaikan pinang dibelah dua. Pada suatu hari Ratu Hayu atau Ratu Pagedongan dengan menangis memohon kepada eyangnya agar kecantikan yang dimilikinya tetap abadi. Dengan kesaktian eyang Sindhula, akhirnya permohonan Ratu Pagedongan wanita yang cantik, tidak pernah tua atau keriput dan tidak pernah mati sampai hari kiamat dikabulkan, dengan syarat ia akan berubah sifatnya menjadi mahluk halus yang sakti mandra guna (tidak ada yang dapat mengalahkannya).Setelah berubah wujudnya menjadi mahluk halus, oleh sang ayah Putri Pagedongan diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memerintah seluruh wilayah Laut Selatan serta menguasai seluruh mahluk halus di seluruh pulau Jawa. Selama hidupnya Ratu Pagedongan tidak mempunyai pedamping tetapi ia diramalkan bahwa suatu saat ia akan bertemu dengan raja agung (hebat) yang memerintah di tanah Jawa. Sejak saat itu ia menjadi Ratu dari rakyat yang mahluk halus dan mempunyai berkuasa penuh di Laut Selatan.

Kekuasaan Ratu Kidul di Laut Selatan juga tertulis dalam serat Wedatama yang berbunyi:
Wikan wengkoning samodra,
Kederan wus den ideri,
Kinemat kamot hing driya,
Rinegan segegem dadi,
Dumadya angratoni,
Nenggih Kangjeng Ratu Kidul,
Ndedel nggayuh nggegana,
Umara marak maripih,
Sor prabawa lan wong agung Ngeksiganda.

Yang artinya : Mengetahui/mengerti betapa kekuasaan samodra, seluruhnya sudah dilalui/dihayati, dirasakan dan meresap dalam sanubari, ibarat digenggam menjadi satu genggaman, sehingga terkuasai. Tersebutlah Kangjeng Ratu Kidul, naik ke angkasa, datang menghadap dengan hormat, kalah wibawa dengan raja Mataram.Ada versi lain dari masyarakat Sunda (Jawa Barat) yang menceritakan bahwa pada jaman kerajaan Pajajaran, terdapat seorang putri raja yang buruk rupa dan mengidap penyakit kulit bersisik sehingga bentuk dan seluruh tubuhnya jelak tidak terawat.Oleh karena itu, Ia diusir dari kerajaan oleh saudara-saudaranya karena merasa malu mempunyai saudara yang berpenyakitan seperti dia. Dengan perasaan sedih dan kecewa, sang putri kemudian bunuh diri dengan mencebur ke laut selatan.
Pada suatu hari rombongan kerajaan Pajajaran mengadakan slametan di Pelabuhan Ratu. Pada saat mereka tengah kusuk berdoa muncullah si putri yang cantik dan mereka tidak mengerti mengapa ia berada disitu, kemudian si putri menjelaskan bahwa ia adalah putri kerajaan Pajajaran yang diusir oleh kerajaan dan bunuh diri di laut selatan, tetapi sekarang telah menjadi Ratu mahluk halus dan menguasai seluruh Laut Selatan. Selanjutnya oleh masyarakat, ia dikenal sebagai Ratu Kidul.
Dari cerita-cerita mitos tentang Kangjeng Ratu Kidul, jelaslah bahwa Kangjeng Ratu Kidul adalah penguasa lautan yang bertahta di Laut Selatan dengan kerajaan yang bernama Karaton Bale Sokodhomas.
Mitos Pertemuan Kangjeng Ratu Kidul dengan Penembahan Senopati
Sebelum Panambahan Senopati dinobatkan menjadi raja, beliau melakukan tapabrata di Dlepih dan tapa ngeli. Dalam laku tapabratanya, beliau selalu memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar dapat membimbing dan mengayomi rakyatnya sehingga terwujud masyarakat yang adil dan makmur.
Dalam cerita, pada waktu Panembahan Senopati melakukan tapa ngeli, sampai di tempuran atau tempat bertemunya aliran sungai Opak dan sungai Gajah Wong di dekat desa Plered dan sudah dekat dengan Parang Kusumo, Laut Selatan tiba-tiba terjadilah badai dilaut yang dasyat sehingga pohon-pohon dipesisir pantai tercabut beserta akarnya, ikan-ikan terlempar di darat dan menjadikan air laut menjadi panas seolah-olah mendidih. Bencana alam ini menarik perhatian Kangjeng Ratu Kidul yang kemudian muncul dipermukaan laut mencari penyebab terjadinya bencana alam tersebut.
Dalam pencariannya, Kangjeng Ratu Kidul menemukan seorang satria sedang bertapa di tempuran sungai Opak dan sungai Gajah Wong, yang tidak lain adalah Sang Panembahan Senopati. Pada waktu Kangjeng Ratu Kidul melihat ketampanan Senopati, kemudian jatuh cinta. Selanjutnya Kangjeng Ratu Kidul menanyakan apa yang menjadi keinginan Panembahan Senopati sehingga melakukan tapabrata yang sangat berat dan menimbulkan bencana alam di laut selatan, kemudian Panembahan menjelaskan keinginannya
Kangjeng Ratu Kidul memperkenalkan diri sebagai raja di Laut Selatan dengan segala kekuasaan dan kesaktiannya. Kangjeng Ratu Kidul menyanggupi untuk membantu Panembahan Senopati mencapai cita-cita yang diinginkan dengan syarat, bila terkabul keinginannya maka Panembahan Senopati beserta raja-raja keturunannya bersedia menjadi suami Kangjeng Ratu Kidul. Panembahan Senopati menyanggupi persyaratan Kangjeng Ratu Kidul namun dengan ketentuan bahwa perkawinan antara Panembahan Senopati dan keturunannya tidak menghasilkan anak. Setelah terjadi kesepakatan itu maka alam kembali tenang dan ikan-ikan yang setengah mati hidup kembali.
Adanya perkawinan itu konon mengandung makna simbolis bersatunya air (laut) dengan bumi (daratan/tanah). Ratu Kidul dilambangkan dengan air sedangkan raja Mataram dilambangkan dengan bumi. Makna simbolisnya adalah dengan bersatunya air dan bumi maka akan membawa kesuburan bagi kehidupan kerajaan Mataram yang akan datang.
Menurut sejarah bahwa Panembahan Senopati sebagai raja Mataram yang beristrikan Kangjeng Ratu Kidul tersebut merupakan cikal bakal atau leluhur para raja Mataram ,termasuk Karaton Surakarta Hadiningrat. Oleh karena itu maka raja-raja karaton Surakarta sesuai dengan janji Panembahan Senopati yaitu menjadi suami dari Kangjeng Ratu Kidul. Dalam perkembangannya, raja Paku Buwana III selaku suami Kangjeng Ratu Kidul telah mendirikan Panggung Sangga Buawana sebagai tempat pertemuannya. Selanjutnya tradisi raja-raja Surakarta sebagai suami Kangjeng Ratu Kidul berlangsung terus sampai dengan raja Paku Buwana X. Alkisah Paku Buwana X yang merupakan suami Ratu Kidul sedang bermain asmara di Panggung Sangga Buwana. Pada saat mereka berdua menuruni tangga Panggung yang curam tiba-tiba Paku Buwana X terpeleset dan hampir jatuh dari tangga tetapi berhasil diselamatkan oleh Kangjeng Ratu Kidul. Dalam kekagetannya itu Ratu Kidul berseru : “Anakku ngGer…………..” (Oh……….Anakku). Apa yang diucapkan oleh Kangjeng Ratu Kidul itu sebagai Sabda Pandito Ratu artinya sabda Raja harus ditaati. Sejak saat itu hubungan kedudukan mereka berdua berubah bukanlah lagi sebagai suami istri , tetapi hubungannya sebagai ibu dan anak, begitu pula terhadap raja-raja keturunan Paku Buwana X selanjutnya.
Baca Selanjutnya..

Jumat, Februari 13, 2009

Ratu Laut Selatan

Cerita tentang Nyi Roro Kidul ini sangat terkenal. Bukan hanya dikalangan penduduk Yogyakarta dan Surakarta, melainkan di seluruh Pulau Jawa. Baik di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Di daerah Yogyakarta kisah Nyi Roro Kidul selalu dihubungkan dengan kisah para Raja Mataram. Sedangkan di Jawa Timur khususnya di Malang Selatan tepatnya di Pantai Ngliyep, Nyi Roro Kidul dipanggil dengan sebutan Kanjeng Ratu Kidul. Di Pantai Ngliyep juga diadakan upacara Labuhan yaitu persembahan para pemuja Nyi Roro Kidul yang menyakini bahwa kekayaan yang mereka dapatkan adalah atas bantuan Nyi Roro Kidul dan anak buahnya.
Konon, Nyi Roro Kidul adalah seorang ratu yang cantik bagai bidadari, kecantikannya tak pernah pudar di sepanjang zaman. Di dasar Laut Selatan, yakni lautan yang dulu disebut Samudra Hindia - sebelah selatan pulau Jawa, ia bertahta pada sebuah kerajaan makhluk halus yang sangat besar dan indah.

Siapakah Ratu Kidul itu?
Konon, menurut yang empunya cerita, pada mulanya adalah seorang wanita, yang berparas elok, Kadita namanya. Karena kecantikannya, ia sering disebut Dewi Srengenge, yang artinya Matahari Jelita. Kadita adalah putri Raja Munding Wangi. Walaupun Kadita sangat elok wajahnya, Raja tetap berduka karena tidak mempunyai putra mahkota yang dapat disiapkan. Baru setelah Raja memperistrikan Dewi Mutiara lahir seorang anak lelaki. Akan tetapi, begitu mendapatkan perhatian lebih, Dewi Mutiara mulai mengajukan tuntutan-tuntutan, antara lain, memastikan anaknya lelaki akan menggantikan tahta dan Dewi Kadita harus diusir dari istana. Permintaan pertama diluluskan, tetapi untuk mengusir Kadita, Raja Munding Wangi tidak bersedia.
“Ini keterlaluan,” sabdanya. “Aku tidak bersedia meluluskan permintaanmu yang keji itu,” sambungnya. Mendengar jawaban demikian, Dewi Mutiara malahan tersenyum sangat manis, sehingga kemarahan Raja, perlahan-lahan hilang. Tetapi, dalam hati istri kedua itu dendam membara.
Hari esoknya, pagi-pagi sekali, Mutiara pengutus inang mengasuh memanggil seorang tukang sihir, si Jahil namanya. Kepadanya diperintahkan, agar kepada Dewi Kadita dikirimkan guna-guna.
“Bikin tubuhnya berkudis dan berkurap,” perintahnya. “Kalau berhasil, besar hadiah untuk kamu!” sambungnya. Si Jahil menyanggupinya. Malam harinya, tatkala Kadita sedang lelap, masuklah angin semilir ke dalam kamarnya. Angin itu berbau busuk, mirip bau bangkai. Tatkala Kadita terbangun, ia menjerit. Seluruh tubuhnya penuh dengan kudis, bernanah dan sangat berbau tidak enak.

Tatkala Raja Munding Wangi mendengar berita ini pada pagi harinya, sangat sedihlah hatinya. Dalam hati tahu bahwa yang diderita Kadita bukan penyakit biasa, tetapi guna-guna. Raja juga sudah menduga, sangat mungkin Mutiara yang merencanakannya. Hanya saja. Bagaimana membuktikannya. Dalam keadaan pening, Raja harus segera memutuskan.Hendak diapakan Kadita. Atas desakan patih, putri yang semula sangat cantik itu mesti dibuang jauh agar tidak menjadikan aib.
Maka berangkatlah Kadita seorang diri, bagaikan pengemis yang diusir dari rumah orang kaya. Hatinya remuk redam; air matanya berlinangan. Namun ia tetap percaya, bahwa Sang Maha Pencipta tidak akan membiarkan mahluk ciptaanNya dianiaya sesamanya. Campur tanganNya pasti akan tiba. Untuk itu, seperti sudah diajarkan neneknya almarhum, bahwa ia tidak boleh mendendam dan membenci orang yang membencinya.
Siang dan malam ia berjalan, dan sudah tujuh hari tujuh malam waktu ditempuhnya, hingga akhirnya ia tiba di pantai Laut Selatan. Kemudian berdiri memandang luasnya lautan, ia bagaikan mendengar suara memanggil agar ia menceburkan diri ke dalam laut. Tatkala ia mengikuti panggilan itu, begitu tersentuh air, tubuhnya pulih kembali. Jadilah ia wanita cantik seperti sediakala. Tak hanya itu, ia segera menguasai seluruh lautan dan isinya dan mendirikan kerajaan yang megah, kokoh, indah dan berwibawa. Dialah kini yang disebut Ratu Laut Selatan.Cerita tentang Nyi Roro Kidul ini banyak versinya. Ada versi Jawa Barat, Jawa Timur dan Yogyakarta.

Konon Nyi Roro Kidul itu tak lain adalah seorang jin yang mempunyai kekuatan dahsyat. Hingga kini masih ada saja orang yang mencari kekayaan dengan jalan pintas yaitu dengan menyembah Nyi Roro Kidul. Mereka dapat kekayaan berlimpah tetapi harus mengorbankan keluarga dan bahkan akan mati sebelum waktunya, jiwa raga mereka akan dijadikan budak bagi kejayaan Keraton Laut Selatan.
Baca Selanjutnya..