Objek Wisata Ziarah Makam Pangeran Samudro yang lebih dikenal dengan sebutan “GUNUNG KEMUKUS” selalu menarik untuk diulas. Hal yang menjadikan objek wisata ini menarik adalah pandangan pro dan kontra tentang Makam Pangeran Samudro itu sendiri dan kisah yang beredar di tengah masyarakat. Ada 2 (dua) paradigma yang berkembang di tengah-tengah masyarakat tentang Makam Pangeran Samudro atau Gunung Kemukus. Pertama, adanya keyakinan di sebagian masyarakat bahwa apabila ingin ngalap berkah atau permohonannya terkabul, maka orang yang datang ke Makam Pangeran Samudro harus melakukan ritual berhubungan intim dengan lawan jenis yang bukan suami atau istrinya selama 7 (tujuh) kali dalam satu lapan ( 1 lapan = 35 hari).
Paradigma negatif ini perlu diluruskan agar para peziarah tidak terjebak dalam paradigma dan kepercayaan yang keliru. Setiap peziarah atau pengunjung yang menginginkan permohonan atau keinginannya terkabul haruslah memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan berdo’a dan berusaha di jalan yang benar. Singkatnya, paradigma negatif yang berkembang di tengah masyarakat tersebut tidak benar adanya.
Kedua, berziarah ke Makam Pangeran Samudro atau Gunung Kemukus adalah suatu kegiatan ritual yang mengandung nilai keutamaan dengan mengingat jasa dan keluhuran jiwa dari figur yang diziarahi. Dengan berziarah di tempat tersebut, manusia diharapkan untuk selalu ingat akan kematian sehingga dalam kehidupan sehari-hari mereka akan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu berbuat kebaikan sesuai dengan keluhuran jiwa dan teladan dari figur yang diziarahi.
Sejarah Pangeran Samudro
Pangeran Samudro adalah putra Raja Majapahit terakhir dari ibu selir. Ketika Kerajaan Majapahit runtuh, Pangeran Samudro tidak ikut melarikan diri seperti saudara-saudaranya yang lain. Bahkan beliau bersama ibunya ikut diboyong ke Demak Bintoro oleh Sultan Demak. Pada waktu itu beliau telah berusia 18 tahun.
Selama berada di Demak, Pangeran Samudro mendapat bimbingan ilmu agama dari Sunan Kalijaga. Ketika dirasa cukup dan usianya telah semakin dewasa maka atas petunjuk dari Sultan Demak melalui Sunan Kalijaga, Pangeran Samudro diperintahkan untuk berguru tentang agama Islam kepada Kyai Ageng Gugur dari Desa Pandan Gugur di lereng Gunung Lawu sekaligus mengemban misi suci untuk menyatukan saudara-saudaranya yang telah tercerai berai. Pangeran Samudro mentaati nasehat tersebut dan pergi berguru pada Kyai Ageng Gugur dengan didampingi oleh dua abdinya yang setia.
Selama berguru kepada Kyai Ageng Gugur, Pangeran diberi ilmu tentang intisari ajaran Islam secara mendalam. Selama itu pula, Pangeran tidak mengetahui bahwa Kyai Ageng Gugur sebenarnya adalah kakaknya sendiri. Ketika dirasa Pangeran Samudro telah menguasai ilmu yang diajarkan, Kyai Ageng Gugur baru menceritakan siapa beliau sesungguhnya. Betapa terkejutnya Pangeran Samudro mendengar cerita tersebut, karena beliau teringat akan amanat Sultan Demak untuk menyatukan saudara-saudaranya. Akhirnya, Pangeran Samudro menceritakan tentang amanat tersebut. Ternyata Kyai Ageng Gugur bisa menerima dan bersedia dipersatukan kembali dan ikut membangun Kerajaan Demak.
Setelah selesai berguru dan tercapai maksud tujuannya, Pangeran Samudro dan dua abdinya kembali ke Demak. Mereka berjalan ke arah barat dan sampailah mereka di Desa Gondang Jenalas (sekarang wilayah Gemolong) kemudian mereka beristirahat untuk melepaskan lelah. Di dukuh tersebut mereka bertemu dengan orang yang berasal dari Demak (Wulucumbu Demak) yang bernama Kyai Kamaliman. Di dukuh ini, Pangeran Samudro berniat bermukim sementara untuk menyebarkan agama Islam.
Setelah dirasa cukup, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke arah barat dan sampai di suatu tempat di padang “oro-oro” Kabar. Sampai sekarang tempat tersebut dikenal dengan nama Dusun Kabar, Desa Bogorame (Gemolong). Di tempat ini Pangeran Samudro terserang sakit panas. Walaupun demikian, perjalanan tetap dilanjutkan sampai ke Dukuh Doyong (wilayah Kecamatan Miri). Karena sakit yang diderita semakin parah, Pangeran memutuskan untuk beristirahat di dukuh tersebut.
Ketika sakitnya semakin parah dan dirasa akan sampai pada ajalnya/hampir meninggal, Pangeran Samudro memerintahkan salah seorang abdinya untuk mengabarkan kondisinya kepada Sultan di Demak. Seusai mendengar amanat Sultan, abdi tersebut diperintahkan untuk segera kembali. Dan ketika abdi tersebut kembali ke tempat di mana Pangeran beristirahat, Pangeran Samudro telah meninggal. Selanjutnya sesuai dengan petunjuk Sultan, jasad Pangeran Samudro dimakamkan di perbukitan di sebelah barat dukuh tersebut.
Sebelum pemakaman, diadakan musyawarah di antara orang-orang yang memiliki lahan di sekitar wilayah itu. Mereka bersepakat bahwa lokasi bekas perawatan/peristirahatan Pangeran Samudro akan didirikan desa baru dan diberi nama “Dukuh Samudro” yang sampai kini terkenal dengan nama “Dukuh Mudro”.
Sejarah Penamaan Gunung Kemukus
Pangeran Samudro dan pengikutnya sebenarnya sangat diharapkan untuk kembali ke Kasultanan Demak oleh Sultan Demak, namun ajal terlebih dahulu menjemput Pangeran Samudro. Sultan Demak mengatakan, “Menurut hematku bahwa sakitnya Si Samudro itu sudah tidak bisa diharapkan untuk membaik dan jauh kemungkinan untuk sampai ke Demak. Kiranya jika memang sudah menjadi suratan Yang Maha Kuasa bahwasanya sampai di situ saja riwayatnya, maka saya memberi petunjuk jika Si Samudro sudah sampai ajalnya, maka kebumikanlah jasadnya pada suatu tempat di bukit arah barat laut dari tempat Pangeran Samudro meninggal.
Sebab boleh jadi kelak di sekitar tempat itu akan menjadi ramai sehingga dijadikan tauladan orang-orang di sana”. Pada awalnya keadaan di lokasi Makam Pangeran Samudro sangatlah sepi dan jarang dijamah orang karena letaknya di tengah hutan belantara, serta banyak dihuni oleh binatang-binatang buas. Namun, sedikit demi sedikit keadaan berubah setelah daerah tersebut dihuni oleh para penduduk.
Selanjutnya diterangkan bahwa di atas bukit tempat Pangeran Samudro dimakamkan, apabila menjelang musim hujan ataupun kemarau tampaklah kabut-kabut hitam seperti asap (kukus). Karena hal itulah, penduduk setempat menyebut bukit itu “Gunung Kemukus” sampai dengan saat ini. Demikianlah asal-usul Gunung Kemukus.
Sejarah Sendang Ontrowulan
Setelah menerima kabar dari Abdi Dalem Pangeran Samudro, Sultan Demak kemudian menyampaikan berita meninggalnya Pangeran Samudro tersebut kepada ibu Pangeran Samudro, R.Ay. Ontrowulan. Terkejutlah beliau mendengar berita tersebut dan memutuskan untuk menyusul ke tempat Pangeran Samudro dimakamkan. Kepergian ibunda Pangeran Samudro ke makam putranya diantar oleh abdi Pangeran Samudro yang setia. Ibunda Pangeran Samudro berniat untuk bermukim di dekat Makam Pangeran Samudro dan merawat makam putranya tersebut.
Setelah sampai di pemakaman, ibunda Pangeran Samudro langsung merebahkan badannya sambil merangkul pusara putra satu-satunya yang amat dicintainya.
Sampai pada suatu ketika ia merasa bertemu kembali dengan putranya serta dapat bertatap muka dan berdialog secara gaib :
“Oh Ananda begitu sampai hati meninggalkan aku dan siapa lagi yang kutunjuk sebagai gantimu, hanya engkau satu-satunya putraku dan aku tidak dapat berpisah denganmu”.
Jawab Pangeran Samudro :
“Oh Ibunda, Bunda tentu tidak dapat berkumpul dengan Ananda sebab ibunda masih berbadan jasmani dan selama belum melepas raga, untuk itu harus bersuci terlebih dahulu di sebuah “sendang” yang letaknya tidak jauh dari tempat ini”.
Setelah terbangun dan tersadar dari pertemuan dengan putranya, beliau pun bangkit dan pergi ke sendang yang dikatakan putranya untuk bersuci. Setelah itu, rambutnya yang sudah terurai dikibas-kibaskan dan jatuhlah bunga-bunga penghias rambutnya. Konon bunga-bunga tersebut tumbuh mekar menjadi pepohonan “Nagasari” yang dapat dijumpai di sekitar lokasi hingga kini.
Oleh karena tebalnya rasa kepercayaan ibunda Pangeran Samudro yang melampaui batas keprihatinan, beliau akhirnya dapat mencapai muksa secara gaib sampai badan jasmaninya. Hal ini dikarenakan tak seorang pun tahu kemana perginya R.Ay. Ontrowulan atau dengan kata lain ibunda Pangeran Samudro hilang tak tentu rimbanya. Untuk mengenang peristiwa tersebut tempat bersuci R.Ay. Ontrowulan, diberi nama “Sendang Ontrowulan”.
Sejarah dan Waktu Ziarah di Makam Pangeran Samudro:
1. Setiap hari selalu ada pengunjung yang berziarah ke Makam Pangeran Samudro meskipuntidak banyak. Beberapa di antara mereka bahkan ada yang melakukan suatu pantangan/sesirihtertentu, misalnya melakukan pati geni selama beberapa hari di sana.
2. Setiap Kamis malam Jum’at jumlah pengunjung lebih banyak dari hari-hari biasa.
3. Setiap Kamis malam Jum’at Pon dan Kamis malam Jum’at Kliwon merupakan puncak kunjungan wisatawan/peziarah. Tidak kurang dari 10.000 pengunjung dari berbagai daerah di Jawa dan luar Jawa datang untuk berziarah di tempat ini.
Puncak kunjungan wisatawan/peziarah di Gunung Kemukus terjadi setiap malam Ju’mat Pon di bulan Suro/Muharam. Pengunjung malam Jum’at Pon di bulan Suro/Muharam mencapai 15.000 orang dan pada malam Jum’at Kliwon di bulan Suro/Muharam mencapai 7.000 orang. Pada hari pertama di bulan Suro/Muharam diadakan ritual pencucian selambu makam Pangeran Samudro, yang biasa disebut dengan ritual Larab Slambu/Larab Langse, yang dilanjutkan dengan pentas wayang kulit semalam suntuk sebagai acara rutin tahunan di objek wisata ini.
Waktu yang tepat untuk berziarah menurut literatur yang ada dan tradisi masyarakat di sekitar Gunung Kemukus adalah hari Kamis malam Jum’at Pon. Hal ini bertolak dari kisah pada zaman kerajaan Demak, sebagai berikut :
Pada suatu ketika di hari Jum’at Pon setelah Sultan Demak melaksanakan sholat berjamaah (Jum’atan), beliau melayangkan pandangannya ke atas dan dilihatnya sebuah bingkisan. Kejadian tersebut tidak diketahui oleh seorang pun kecuali oleh Sultan sendiri. Bingkisan tersebut lalu diambil dan didalamnya terdapat kain putih yang bertuliskan “Ini adalah pakaian untuk bekel (Senopati) Tanah Jawa”. Sebuah benda berbentuk “Kotang Ontokusumo”. Kemudian menurut adat, pakaian ini dikenakan oleh orang yang akan memangku jabatan Pangeran Pali.
Kemudian kejadian itu dijadikan sebagai dasar / ketentuan dengan para wali. Ketentuan di mana apabila Sultan Demak berkenan mengadakan pertemuan dengan para wali, maka waktunya ditentukan yaitu tepat pada hari Jum’at Pon untuk memperingati peristiwa penemuan Pusaka Kotang Ontokusumo.
Berdasarkan pada cerita tersebut, masyarakat sekitar kemudian menjadikan malam Jum’at Pon sebagai puncak tahlilan/do’a bersama. Sampai saat ini, pada setiap malam Jum’at Pon banyak orang berduyun-duyun datang untuk berziarah ke Makam Pangeran Samudro di Gunung Kemukus.
Inti Ziarah di Makam Pangeran Samudro
“Sing sopo duwe panjongko marang samubarang kang dikarepke bisane kelakon iku kudu sarono pawitan temen, mantep, ati kang suci, ojo slewang-sleweng, kudu mindeng marang kang katuju, cedhakno dhemene kaya dene yen arep nekani marang panggonane dhemenane” (Kadjawen, Yogyakarta : Oktober 1934)
“Barang siapa berhasrat atau punya tujuan untuk hal yang dikehendaki maka untuk mencapainya harus dengan kesungguhan, mantap, dengan hati yang suci, jangan serong kanan / kiri harus konsentrasi pada yang dikehendaki / yang diinginkan, dekatkan keinginan, seakan-akan seperti menuju ke tempat kesayangannya / kesenangannya”.
Petikan naskah atau wacana tersebut memang dapat ditafsirkan keliru, khususnya oleh masyarakat awam. Ada pendapat yang keliru yang mengatakan bahwa apabila berziarah ke Makam Pangeran Samudro harus seperti ke tempat kekasih/dhemenan dalam pengertian bahwa berziarah ke sana harus membawa isteri simpanan atau teman kumpul kebo serta melakukan hubungan seksual dengan bukan istri atau suami yang sah.. Parahnya, pendapat tersebut telah diterima oleh sebagian besar masyarakat.
Akan tetapi pandangan atau pendapat tersebut tidak benar dan perlu diluruskan. Munculnya pendapat tersebut berawal dari penafsiran pengertian kata “dhemenan”. Pengertian kata “dhemenan” dalam bahasa Jawa diartikan kekasih lain yang bukan isteri/suami sah (pasangan kumpul kebo), kekasih gelap, isteri/suami simpanan. Sehingga pengertiannya menjadi apabila ziarah ke Makam Pangeran Samudro harus membawa dhemenan.
Arti sesungguhnya dari kata “dhemenan” dalam konteks naskah dalam bahasa Jawa tersebut adalah keinginan yang diidam-idamkan, cita-cita yang ingin segera terwujud/tercapai seperti seakan-akan ingin menemui kekasih.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inti ziarah di Makam Pangeran Samudro di Gunung Kemukus adalah apabila punya kemauan, cita-cita yang ingin dicapai atau apabila menghadapi rintangan yang menghalangi jalan untuk mencapai cita-cita/tujuan tersebut harus dilakukan dengan cara sungguh-sungguh, hati yang bersih suci dan konsentrasi pada cita-cita dan tujuan yang akan dicapai/dituju. Dengan demikian, terbukalah jalan untuk mencapai cita-cita dan tujuan tersebut dengan mudah.
Nilai-nilai Keteladanan Pangeran Samudro
Apabila saat ini Makam Pangeran Samudro selalu ramai dikunjungi oleh peziarah adalah karena adanya keyakinan bahwa semasa hidupnya Pangeran Samudro adalah orang yang mulia, besar jasanya pada bangsa dan negara, serta selalu berbuat baik dan menghormati sesama. Hal-hal yang perlu diteladani oleh para peziarah dari seorang figur Pangeran Samudro adalah :
1. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Menghargai orang tua sebagai perantara lahir manusia ke dunia.
3. Selalu taat dan setia kepada negara dan Sultan (Pemerintah)
4. Tidak takut menghadapi kesukaran,dan penderitaan dalam menunaikan tugas.
5. Seorang tokoh pendamai/pemersatu bangsa dan selalu bertanggung jawab.
Paradigma negatif ini perlu diluruskan agar para peziarah tidak terjebak dalam paradigma dan kepercayaan yang keliru. Setiap peziarah atau pengunjung yang menginginkan permohonan atau keinginannya terkabul haruslah memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan berdo’a dan berusaha di jalan yang benar. Singkatnya, paradigma negatif yang berkembang di tengah masyarakat tersebut tidak benar adanya.
Kedua, berziarah ke Makam Pangeran Samudro atau Gunung Kemukus adalah suatu kegiatan ritual yang mengandung nilai keutamaan dengan mengingat jasa dan keluhuran jiwa dari figur yang diziarahi. Dengan berziarah di tempat tersebut, manusia diharapkan untuk selalu ingat akan kematian sehingga dalam kehidupan sehari-hari mereka akan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu berbuat kebaikan sesuai dengan keluhuran jiwa dan teladan dari figur yang diziarahi.
Sejarah Pangeran Samudro
Pangeran Samudro adalah putra Raja Majapahit terakhir dari ibu selir. Ketika Kerajaan Majapahit runtuh, Pangeran Samudro tidak ikut melarikan diri seperti saudara-saudaranya yang lain. Bahkan beliau bersama ibunya ikut diboyong ke Demak Bintoro oleh Sultan Demak. Pada waktu itu beliau telah berusia 18 tahun.
Selama berada di Demak, Pangeran Samudro mendapat bimbingan ilmu agama dari Sunan Kalijaga. Ketika dirasa cukup dan usianya telah semakin dewasa maka atas petunjuk dari Sultan Demak melalui Sunan Kalijaga, Pangeran Samudro diperintahkan untuk berguru tentang agama Islam kepada Kyai Ageng Gugur dari Desa Pandan Gugur di lereng Gunung Lawu sekaligus mengemban misi suci untuk menyatukan saudara-saudaranya yang telah tercerai berai. Pangeran Samudro mentaati nasehat tersebut dan pergi berguru pada Kyai Ageng Gugur dengan didampingi oleh dua abdinya yang setia.
Selama berguru kepada Kyai Ageng Gugur, Pangeran diberi ilmu tentang intisari ajaran Islam secara mendalam. Selama itu pula, Pangeran tidak mengetahui bahwa Kyai Ageng Gugur sebenarnya adalah kakaknya sendiri. Ketika dirasa Pangeran Samudro telah menguasai ilmu yang diajarkan, Kyai Ageng Gugur baru menceritakan siapa beliau sesungguhnya. Betapa terkejutnya Pangeran Samudro mendengar cerita tersebut, karena beliau teringat akan amanat Sultan Demak untuk menyatukan saudara-saudaranya. Akhirnya, Pangeran Samudro menceritakan tentang amanat tersebut. Ternyata Kyai Ageng Gugur bisa menerima dan bersedia dipersatukan kembali dan ikut membangun Kerajaan Demak.
Setelah selesai berguru dan tercapai maksud tujuannya, Pangeran Samudro dan dua abdinya kembali ke Demak. Mereka berjalan ke arah barat dan sampailah mereka di Desa Gondang Jenalas (sekarang wilayah Gemolong) kemudian mereka beristirahat untuk melepaskan lelah. Di dukuh tersebut mereka bertemu dengan orang yang berasal dari Demak (Wulucumbu Demak) yang bernama Kyai Kamaliman. Di dukuh ini, Pangeran Samudro berniat bermukim sementara untuk menyebarkan agama Islam.
Setelah dirasa cukup, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke arah barat dan sampai di suatu tempat di padang “oro-oro” Kabar. Sampai sekarang tempat tersebut dikenal dengan nama Dusun Kabar, Desa Bogorame (Gemolong). Di tempat ini Pangeran Samudro terserang sakit panas. Walaupun demikian, perjalanan tetap dilanjutkan sampai ke Dukuh Doyong (wilayah Kecamatan Miri). Karena sakit yang diderita semakin parah, Pangeran memutuskan untuk beristirahat di dukuh tersebut.
Ketika sakitnya semakin parah dan dirasa akan sampai pada ajalnya/hampir meninggal, Pangeran Samudro memerintahkan salah seorang abdinya untuk mengabarkan kondisinya kepada Sultan di Demak. Seusai mendengar amanat Sultan, abdi tersebut diperintahkan untuk segera kembali. Dan ketika abdi tersebut kembali ke tempat di mana Pangeran beristirahat, Pangeran Samudro telah meninggal. Selanjutnya sesuai dengan petunjuk Sultan, jasad Pangeran Samudro dimakamkan di perbukitan di sebelah barat dukuh tersebut.
Sebelum pemakaman, diadakan musyawarah di antara orang-orang yang memiliki lahan di sekitar wilayah itu. Mereka bersepakat bahwa lokasi bekas perawatan/peristirahatan Pangeran Samudro akan didirikan desa baru dan diberi nama “Dukuh Samudro” yang sampai kini terkenal dengan nama “Dukuh Mudro”.
Sejarah Penamaan Gunung Kemukus
Pangeran Samudro dan pengikutnya sebenarnya sangat diharapkan untuk kembali ke Kasultanan Demak oleh Sultan Demak, namun ajal terlebih dahulu menjemput Pangeran Samudro. Sultan Demak mengatakan, “Menurut hematku bahwa sakitnya Si Samudro itu sudah tidak bisa diharapkan untuk membaik dan jauh kemungkinan untuk sampai ke Demak. Kiranya jika memang sudah menjadi suratan Yang Maha Kuasa bahwasanya sampai di situ saja riwayatnya, maka saya memberi petunjuk jika Si Samudro sudah sampai ajalnya, maka kebumikanlah jasadnya pada suatu tempat di bukit arah barat laut dari tempat Pangeran Samudro meninggal.
Sebab boleh jadi kelak di sekitar tempat itu akan menjadi ramai sehingga dijadikan tauladan orang-orang di sana”. Pada awalnya keadaan di lokasi Makam Pangeran Samudro sangatlah sepi dan jarang dijamah orang karena letaknya di tengah hutan belantara, serta banyak dihuni oleh binatang-binatang buas. Namun, sedikit demi sedikit keadaan berubah setelah daerah tersebut dihuni oleh para penduduk.
Selanjutnya diterangkan bahwa di atas bukit tempat Pangeran Samudro dimakamkan, apabila menjelang musim hujan ataupun kemarau tampaklah kabut-kabut hitam seperti asap (kukus). Karena hal itulah, penduduk setempat menyebut bukit itu “Gunung Kemukus” sampai dengan saat ini. Demikianlah asal-usul Gunung Kemukus.
Sejarah Sendang Ontrowulan
Setelah menerima kabar dari Abdi Dalem Pangeran Samudro, Sultan Demak kemudian menyampaikan berita meninggalnya Pangeran Samudro tersebut kepada ibu Pangeran Samudro, R.Ay. Ontrowulan. Terkejutlah beliau mendengar berita tersebut dan memutuskan untuk menyusul ke tempat Pangeran Samudro dimakamkan. Kepergian ibunda Pangeran Samudro ke makam putranya diantar oleh abdi Pangeran Samudro yang setia. Ibunda Pangeran Samudro berniat untuk bermukim di dekat Makam Pangeran Samudro dan merawat makam putranya tersebut.
Setelah sampai di pemakaman, ibunda Pangeran Samudro langsung merebahkan badannya sambil merangkul pusara putra satu-satunya yang amat dicintainya.
Sampai pada suatu ketika ia merasa bertemu kembali dengan putranya serta dapat bertatap muka dan berdialog secara gaib :
“Oh Ananda begitu sampai hati meninggalkan aku dan siapa lagi yang kutunjuk sebagai gantimu, hanya engkau satu-satunya putraku dan aku tidak dapat berpisah denganmu”.
Jawab Pangeran Samudro :
“Oh Ibunda, Bunda tentu tidak dapat berkumpul dengan Ananda sebab ibunda masih berbadan jasmani dan selama belum melepas raga, untuk itu harus bersuci terlebih dahulu di sebuah “sendang” yang letaknya tidak jauh dari tempat ini”.
Setelah terbangun dan tersadar dari pertemuan dengan putranya, beliau pun bangkit dan pergi ke sendang yang dikatakan putranya untuk bersuci. Setelah itu, rambutnya yang sudah terurai dikibas-kibaskan dan jatuhlah bunga-bunga penghias rambutnya. Konon bunga-bunga tersebut tumbuh mekar menjadi pepohonan “Nagasari” yang dapat dijumpai di sekitar lokasi hingga kini.
Oleh karena tebalnya rasa kepercayaan ibunda Pangeran Samudro yang melampaui batas keprihatinan, beliau akhirnya dapat mencapai muksa secara gaib sampai badan jasmaninya. Hal ini dikarenakan tak seorang pun tahu kemana perginya R.Ay. Ontrowulan atau dengan kata lain ibunda Pangeran Samudro hilang tak tentu rimbanya. Untuk mengenang peristiwa tersebut tempat bersuci R.Ay. Ontrowulan, diberi nama “Sendang Ontrowulan”.
Sejarah dan Waktu Ziarah di Makam Pangeran Samudro:
1. Setiap hari selalu ada pengunjung yang berziarah ke Makam Pangeran Samudro meskipuntidak banyak. Beberapa di antara mereka bahkan ada yang melakukan suatu pantangan/sesirihtertentu, misalnya melakukan pati geni selama beberapa hari di sana.
2. Setiap Kamis malam Jum’at jumlah pengunjung lebih banyak dari hari-hari biasa.
3. Setiap Kamis malam Jum’at Pon dan Kamis malam Jum’at Kliwon merupakan puncak kunjungan wisatawan/peziarah. Tidak kurang dari 10.000 pengunjung dari berbagai daerah di Jawa dan luar Jawa datang untuk berziarah di tempat ini.
Puncak kunjungan wisatawan/peziarah di Gunung Kemukus terjadi setiap malam Ju’mat Pon di bulan Suro/Muharam. Pengunjung malam Jum’at Pon di bulan Suro/Muharam mencapai 15.000 orang dan pada malam Jum’at Kliwon di bulan Suro/Muharam mencapai 7.000 orang. Pada hari pertama di bulan Suro/Muharam diadakan ritual pencucian selambu makam Pangeran Samudro, yang biasa disebut dengan ritual Larab Slambu/Larab Langse, yang dilanjutkan dengan pentas wayang kulit semalam suntuk sebagai acara rutin tahunan di objek wisata ini.
Waktu yang tepat untuk berziarah menurut literatur yang ada dan tradisi masyarakat di sekitar Gunung Kemukus adalah hari Kamis malam Jum’at Pon. Hal ini bertolak dari kisah pada zaman kerajaan Demak, sebagai berikut :
Pada suatu ketika di hari Jum’at Pon setelah Sultan Demak melaksanakan sholat berjamaah (Jum’atan), beliau melayangkan pandangannya ke atas dan dilihatnya sebuah bingkisan. Kejadian tersebut tidak diketahui oleh seorang pun kecuali oleh Sultan sendiri. Bingkisan tersebut lalu diambil dan didalamnya terdapat kain putih yang bertuliskan “Ini adalah pakaian untuk bekel (Senopati) Tanah Jawa”. Sebuah benda berbentuk “Kotang Ontokusumo”. Kemudian menurut adat, pakaian ini dikenakan oleh orang yang akan memangku jabatan Pangeran Pali.
Kemudian kejadian itu dijadikan sebagai dasar / ketentuan dengan para wali. Ketentuan di mana apabila Sultan Demak berkenan mengadakan pertemuan dengan para wali, maka waktunya ditentukan yaitu tepat pada hari Jum’at Pon untuk memperingati peristiwa penemuan Pusaka Kotang Ontokusumo.
Berdasarkan pada cerita tersebut, masyarakat sekitar kemudian menjadikan malam Jum’at Pon sebagai puncak tahlilan/do’a bersama. Sampai saat ini, pada setiap malam Jum’at Pon banyak orang berduyun-duyun datang untuk berziarah ke Makam Pangeran Samudro di Gunung Kemukus.
Inti Ziarah di Makam Pangeran Samudro
“Sing sopo duwe panjongko marang samubarang kang dikarepke bisane kelakon iku kudu sarono pawitan temen, mantep, ati kang suci, ojo slewang-sleweng, kudu mindeng marang kang katuju, cedhakno dhemene kaya dene yen arep nekani marang panggonane dhemenane” (Kadjawen, Yogyakarta : Oktober 1934)
“Barang siapa berhasrat atau punya tujuan untuk hal yang dikehendaki maka untuk mencapainya harus dengan kesungguhan, mantap, dengan hati yang suci, jangan serong kanan / kiri harus konsentrasi pada yang dikehendaki / yang diinginkan, dekatkan keinginan, seakan-akan seperti menuju ke tempat kesayangannya / kesenangannya”.
Petikan naskah atau wacana tersebut memang dapat ditafsirkan keliru, khususnya oleh masyarakat awam. Ada pendapat yang keliru yang mengatakan bahwa apabila berziarah ke Makam Pangeran Samudro harus seperti ke tempat kekasih/dhemenan dalam pengertian bahwa berziarah ke sana harus membawa isteri simpanan atau teman kumpul kebo serta melakukan hubungan seksual dengan bukan istri atau suami yang sah.. Parahnya, pendapat tersebut telah diterima oleh sebagian besar masyarakat.
Akan tetapi pandangan atau pendapat tersebut tidak benar dan perlu diluruskan. Munculnya pendapat tersebut berawal dari penafsiran pengertian kata “dhemenan”. Pengertian kata “dhemenan” dalam bahasa Jawa diartikan kekasih lain yang bukan isteri/suami sah (pasangan kumpul kebo), kekasih gelap, isteri/suami simpanan. Sehingga pengertiannya menjadi apabila ziarah ke Makam Pangeran Samudro harus membawa dhemenan.
Arti sesungguhnya dari kata “dhemenan” dalam konteks naskah dalam bahasa Jawa tersebut adalah keinginan yang diidam-idamkan, cita-cita yang ingin segera terwujud/tercapai seperti seakan-akan ingin menemui kekasih.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inti ziarah di Makam Pangeran Samudro di Gunung Kemukus adalah apabila punya kemauan, cita-cita yang ingin dicapai atau apabila menghadapi rintangan yang menghalangi jalan untuk mencapai cita-cita/tujuan tersebut harus dilakukan dengan cara sungguh-sungguh, hati yang bersih suci dan konsentrasi pada cita-cita dan tujuan yang akan dicapai/dituju. Dengan demikian, terbukalah jalan untuk mencapai cita-cita dan tujuan tersebut dengan mudah.
Nilai-nilai Keteladanan Pangeran Samudro
Apabila saat ini Makam Pangeran Samudro selalu ramai dikunjungi oleh peziarah adalah karena adanya keyakinan bahwa semasa hidupnya Pangeran Samudro adalah orang yang mulia, besar jasanya pada bangsa dan negara, serta selalu berbuat baik dan menghormati sesama. Hal-hal yang perlu diteladani oleh para peziarah dari seorang figur Pangeran Samudro adalah :
1. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Menghargai orang tua sebagai perantara lahir manusia ke dunia.
3. Selalu taat dan setia kepada negara dan Sultan (Pemerintah)
4. Tidak takut menghadapi kesukaran,dan penderitaan dalam menunaikan tugas.
5. Seorang tokoh pendamai/pemersatu bangsa dan selalu bertanggung jawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar