SEJARAH KOTA SEMARANG
Sejarah kota Semarang dimulai dari seorang putra mahkota kesultanan Demak bernama Pangeran Made Pandan. Pangeran ini diharapkan untuk menjadi penerus dari ayahandanya, yaitu Pangeran Adipati Sepuh atau Sultan Demak II. Sayangnya, beliau tidak ingin menggantikan kedudukan ayahnya. Beliau bermaksud menjadi seorang ulama besar. Pada saat ayahandanya wafat, kekuasaan diserahkan kepada Sultan Trenggana. Bersama putranya yang bernama Raden Pandan Arang, Pangeran Made Pandan kemudian meninggalkan kesultanan Demak menuju ke arah barat daya. Selama di perjalanan, beliau selalu memperdalam agama Islam dan mengajarkannya kepada orang lain.
Akhirnya, sampailah beliau ke suatu tempat yang terpencil dan sunyi. Beliau memutuskan untuk menetap di sana. Di situlah Made Pandan mendirikan pondok pesantren untuk mengajarkan agama Islam. Makin lama muridnya makin banyak yang datang dan menetap di sana.
Dengan seizin sultan Demak, Made Pandan membuka hutan baru dan mendirikan pemukiman serta membuat perkampungan. Karena di hutan tersebut banyak ditumbuhi pohon asam yang jaraknya berjauhan, maka disebutnya Semarang. Berasal dari kata asem dan arang.
Sebagai pendiri desa, beliau menjadi kepala daerah setempat dan diberi gelar Ki Ageng Pandan Arang I.
Sepeninggal beliau, pemerintahan dipegang oleh putra beliau yaitu Ki Ageng Pandan Arang II. Di bawah pemerintahan Pandan Arang II, daerah Semarang semakin menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Semarang kemudian dijadikan kabupaten, dan Pandan Arang II diangkat menjadi bupati Semarang yang pertama. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 12 Rabiul Awwal 954 H, bertepatan dengan maulid Nabi Muhammad SAW atau tanggal 2 Mei 1547 M.
Masa kemakmuran yang dialami rakyat bersama bupati Pandan Arang II ternyata tidak berlangsung lama. Sebab Pandan Arang II melakukan banyak kekhilafan yang akhirnya membuat Sunan Kalijaga datang untuk memperingatkannya. Sesuai dengan nasihat Sunan Kalijaga, Bupati Pandan Arang II mengundurkan diri dari jabatannya dan kemudian meninggalkan Semarang menuju arah selatan. Beliau menetap di Bukit Jabalkat sampai akhir hayat.
Bupati pengganti Pandan Arang II adalah Raden Ketib, Pangeran Kanoman atau Pandan Arang III yang merupakan adik dari Pandan Arang III. Beliau memerintah selama 33 tahun.
Adanya pusat penyiaran agama Islam menarik orang untuk datang dan bermukim di Semarang sehingga daerah ini semakin ramai. Semarang juga dikenal sebagai pelabuhan yang penting, sehingga pedagang-pedagang yang datang pun tidak hanya berasal dari sekitar Semarang namun juga dari Arab, Persia, Cina, Melayu dan juga Belanda (VOC). Bangsa asing tersebut juga membuat pemukiman mereka di Semarang.
Wilayah permukiman di Semarang terkotak-kotak menurut etnis. Dataran Muara Kali Semarang merupakan pemukiman orang-orang Belanda dan Melayu, di sekitar jalan R. Patah bermukim orang-orang Cina, sedangkan orang Jawa menempati sepanjang kali Semarang dan cabang-cabangnya.
Pada tahun 1678, karena terbelit hutang pada Belanda akhirnya Amangkurat II menggadaikan Semarang untuk Belanda. Sejak saat itulah, Semarang berada di bawah kekuasaan Belanda dan berubah fungsi dominannya menjadi daerah pertahanan militer dan perniagaan Belanda karena letak yang strategis.
Belanda menangkat Kyai Adipati Surohadimenggolo IV menjadi bupati Semarang. Belanda juga memindahkan kegiatan pertahanan militer Belanda dari Jepara ke Semarang, atas dasar perjanjian dengan Paku Buwono I. Sejak itu terjadi perubahan status, fungsi, fisik serta kehidupan sosial Semarang. Semarang menjadi pusat kegiatan politik VOC.
Di bawah kolonialisme Belanda, perkembangan Semarang cukup pesat. Belanda banyak sekali membangun fasilitas-fasilitas publik, membangun villa-villa, penduduk pribumi pun juga mengembangkan perkampungannya. Semarang telah menjadi pusat pemerintahan Belanda di Jawa Tengah.
Pada tahun 1864 dibangun rel kereta api pertama di Indonesia mulai dari Semarang menuju Solo, Kedungjati sampai Surabaya, serta Semarang menuju Magelang dan Yogyakarta. Dibangun pula dua stasiun kereta api di Semarang, yaitu stasiun Tawang dan stasiun Poncol yang hingga kini masih ada dan beroprasi dengan baik.
Tidak hanya itu, pelabuhan Semarang juga berkembang pesat dengan berlabuhnya pedagang dari berbagai negara. Pelabuhan ini kemudian dibangun dalam bentuk dan kapasitas yang lebih memadai dan mampu didarati oleh kapal-kapal besar. Di samping itu kaum pribumi pun ikut memajukan perekonomiannya dengan berdagang berbagi keperluan yang sangat dibutuhkan para pedagang tersebut.
Selanjutnya secara berturut-turut muncul pula perkembangan lainnya seperti pada tahun 1857 layanan telegram antara Batavia - Semarang - Ambarawa - Soerabaja mulai dibuka, tahun 1884 Semarang mulai melakukan hubungan telepon jarak jauh (Semarang-Jakarta&Semarang-Surabaya), dibukanya kantor pos pertama di Semarang pada tahun 1862.
Di tengah perkembangan yang amat pesat tersebut, agama Islam tetap berkembang. Kebudayaan Islam pun turut berkembang, antara lain dengan munculnya tradisi dugderan, yaitu tradisi untuk mengumumkan kepaada rakyat bahwa bulan ramadhan telah dimulai. Tradisi itu dimulai pada tahun 1891. Istilah dugderan diperoleh dari tatacara tradisi tersebut yaitu membunyikan suara beduk(dugdugdug) kemudian disertai dengan suara meriam (duerrrr!!!), kemudian jadilah istilah dugderan.
Tidak hanya kebudayaan Islam, agama lainpun juga mengalami perkembangan. Hal ini terlihat dengan munculnya berbagai tempat ibadah selain masjid seperti gereja dan kelenteng. Ini terjadi karena banyak sekali pendatang yang masuk semarang dengan membawa agama serta budaya mereka masing-masing.
Mulai tahun 1906 Semarang terlepas dari kabupaten dan memiliki batas kekuasaan pemerintahan kota praja. Pada tahun 1916, Ir.D.de longh diangkat menjadi walikota pertama di Semarang. Pembangunan terus ditingkatkan. Kota Semarang mulai dibenahi dengan sistem administrasi pembangunan.
Dengan semakin berkembangnya kota Semarang, mulai tumbuh rasa tidak suka dari kaum pribumi terhadap kolonial Belanda. Mulailah muncul kesadaran untuk melawan penjajah. Akibatnya, politik Belanda berubah dengan menekan pertumbuhan kota Semarang.
Kedatangan Jepang pada tahun 1942 membuat kota Semarang tersentak. Mereka datang serentak di berbagai kota Indonesia. Semarang pun diambil alih oleh Jepang. Pemerintahan Kota Semarang dipegang oleh seorang militer Jepang (Shico), dengan dibantu oleh dua wakil (Fucu Shico) dari Jepang dan Semarang.
Pendudukan Jepang ternyata lebih menyengsarakan rakyat. Semua yang dimiliki rakyat diarahkan untuk keperluan peperangan Jepang. Akhirnya dengan semangat tinggi pada tahun 1945 rakyat dan para pemuda bangkit untuk melawan penjajah. Tanggal 14-19 Oktober 1945 pecahlah pertempuran lima hari di Semarang. Pusat pertempuran terjadi di sekitar Tugu Muda. Pertempuran ini turut menewaskan Dr.Karyadi, yang kemudian namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit umum terbesar di Jawa Tengah. Akhirnya Jepang pun menyerah dan pergi dari Indonesia.
Pasca kemerdekaan, pada tahun 1950 kota Semarang menjadi kotapraja di propinsi Jawa Tengah. Walaupun masih harus menghadapi berbagai keprihatinan, Semarang terus mencoba untuk berbenah diri.
Tahun 1976 wilayah Semarang mengalami pemekaran sampi ke Mijen, Gunungpati, Tembalang, Genuk, dan Tugu. Dengan adanya perkembangan dan perluasan wilayah ini maka perintah mulai menata pusat-pusat industri, pendidikan, pemukiman dan pertahanan di tempat strategis.
Berikut ini adalah nama-nama bupati Semarang :
Pandan Arang II
Raden Ketib atau Pandan Arang III
Mas.R.Tumenggung Tambi
Mas Tumenggung Wongsorejo
Mas Tumenggung Prawiroprojo
Mas Tumenggung Alap-alap
Kyai Adipati Suromenggolo
Raden Maotoyudo
Surohadimenggolo
Surohadimenggolo IV
Adipati Surohadimenggolo V atao Kanjeng Terboyo
Raden Tumenggung Surohadiningrat
Putro Surohadimenggolo
Mas Ngabehi Reksonegoro
RTP Suryokusumo
RTP Reksodirejo
RMTA Purbaningrat
Raden Cokrodipuro
RM Soebiyono
RM Amin Suyitno
RM AA Sukarman Mertohadinegoro
R.Soediyono Tarun Kusumo
M.Soemardjito Priyohadisubroto
RM.Condronegoro
R.Oetoyo Koesoemo
Sedangkan nama –nama walikota
Mr. Moch.lchsan.
Mr. Koesoebiyono (1949 - 1 Juli 1951).
RM. Hadisoebeno Sosrowardoyo ( 1 Juli 1951 - 1 Januari 1958).
Mr. Abdulmadjid Djojoadiningrat ( 7Januari 1958 - 1 Januari 1960).
RM Soebagyono Tjondrokoesoemo ( 1 Januari 1961 - 26 April 1964).
Mr. Wuryanto ( 25 April 1964 - 1 September 1966).
Letkol. Soeparno ( 1 September 1966 - 6 Maret 1967).
Letkol. R.Warsito Soegiarto ( 6 Maret 1967 - 2 Januari 1973).
Kolonel Hadijanto ( 2Januari 1973 - 15 Januari 1980).
Kol. H. Imam Soeparto Tjakrajoeda SH ( 15 Januari 1980 - 19 Januari 1990).
Kolonel H.Soetrisno Suharto ( 19Januari 1990 - 19 Januari 2000).
H. Sukawi Sutarip SH. ( 19 Januari 2000 - sekarang ).
SEMARANG MASA SEKARANG
Apa yang ada dibenak kamoe2 waktu denger kata semarang…..pasti langsung nebak ibukota jateng he,,,he,,, anak SD juga tau itu.Tapi jawaban itu memang sangat bener malah buuuener banget.Tapi ada juga yang langsung bilang lumpia, wingko babat, johar, kota lama, trus ada yang bilang juga puuuanase poool dan yang paling terkenal di kalang orang gaul adalah taman KB dan SK………..!!!!!!! Klo menurut itu semua itu emang bener adanya toh semua itu jelas ada di semarang. Biasanya ada kata2 yang sering muncul di kota semarang terutama klo pas musim hujan. Saat sang hujan turun seharian pa lagi klo turunnya sehari semalem, mesti kita langsung denger kata2 “banjir” 0……..iya kan ada tu lagu dengan potongan lirik …..semarang kaline banjir…. kayaknya sieh begitu he3……!!!!!!!!
Semarang dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia, secara fisik, keindahan kota Semarang (khususnya kota bawah) tidaklah begitu menonjol. Pesona yang dimiliki Semarang justru terletak pada filosofi warganya yang ingin hidup tenteram, damai dan hidup rukun dengan sesama. Denyut nadi perekonomian di kota inipun tidak terlalu kencang, bahkan saya sedikit heran mengetahui kenyataan bahwa paserba semacam Carrefour dan Hypermart baru ada.
Semarang memiliki ketinggian yang cukup unik, kota yang luasnya 373,70 km persegi ini berada pada ketinggian 0,75 meter hingga 348 meter di atas permukaan laut. Perbedaan ketinggian yang ekstrem itu membuat Semarang terpisah menjadi dua bagian, kota lama atau Semarang bawah dan Semarang atas. Perbedaan suhunyapun cukup ekstrem. Semarang bawah bersuhu panas sementara Semarang atas bersuhu cukup dingin. Tak heran bila Semarang atas dipilih orang sebagai tempat peristirahatan, harga tanah melonjak tinggi bahkan kawasan Gombel sering disebut sebagai Mentengnya Semarang.
Saya jatuh cinta pada Semarang, jatuh cinta pada kearifan sebagian besar penduduknya yang hidup dalam kesederhanaan dan sopan santun. Sopan santun yang bahkan tercermin dalam kebiasaan mereka berlalu lintas. Jarang sekali saya mendengar suara klakson bernada marah atau jengkel. Jarang sekali-bahkan nyaris tidak pernah- saya melihat orang yang menutup jalur Belok Kiri Langsung saat lampu merah menyala. Para pengemudi rela berimpitan di jalur kanan sambil menunggu lampu berwarna hijau kembali sementara di sebelah kiri, jalur untuk berbelok kiri langsung dibiarkan kosong melompong. Hal yang sama saya temui di antrian pom bensin untuk motor. Tak ada yang mau menyerobot antrian hingga membentuk 2 barisan, semuanya tenang menunggu giliran walaupun sebenarnya bisa saja memaksa maju untuk membuat barisan baru.
Semarang adalah kota yang tenang dan rindang. Sebagian besar jalan rayanya terbentang luas dengan pohon-pohon yang berdiri kokoh di samping kanan-kiri jalan.
Di Semarang bisa memanjakan mata menikmati peninggalan kota tua di bagian Utara kota Semarang. Menikmati peninggalan jaman kolonial yang masih dipertahankan walaupun sebagian besar sudah kusam. Di tempat lain dapat menikmati aroma mistis dan seram di Lawang Sewu, bangunan perkantoran yang berusia seabad lebih yang pernah terkenal gara-gara penampakan bayangan putih dalam sebuah acara misteri di sebuah stasiun TV beberapa tahun yang lalu.
Disamping itu bisa mengakrabi aroma Simpang Lima. Bergabung dengan ratusan orang di pasar rakyat di seputaran alun-alun kota yang berbentuk nyaris melingkar. Menikmati bubur ayam yang lezat sambil duduk lesehan dan mendengarkan alunan suara para pengemis yang langsung berlalu saat recehan tiba di tangan mereka. Ibu-ibu tua berpakaian lusuh menyodorkan tangannya, tak tega saya merogoh kocek dan mengangsurkan selembar duit Rp. 1000,-. Senyum tulus mengembang dari bibirnya, diikuti serangkaian doa panjang dalam bahasa Jawa halus yang segera diterjemahkan istri saya. Heran campur kagum, Nyaris tak percaya jika duit yang bagi kita mungkin nyaris tak berarti itu ternyata mampu membahagiakan mereka hingga mengalirkan doa yang hanya bisa saya amini.
Disisi lain di Simpang Lima, bisa menyantap nasi kucing. Ini nama yang diberikan untuk seporsi nasi yang katanya hanya cukup untuk seekor kucing. Segenggam nasi putih dengan sedikit lauk (sangat sedikit, mungkin hanya seruas jari orang dewasa). Katanya makanan ini lebih dulu hadir di Djogdja dan menjadi pilihan untuk orang-orang berkantong pas-pasan.
Pandanaran dan jejeran penjual oleh-oleh khas Semarang dan Jawa adalah tujuan akhir perjalanan. Ramai dan nyaris memacetkan lalu lintas, mengingat sebagian besar pengunjung menghabiskan waktu terakhir mereka di jalan ini sebelum meninggalkan Semarang untuk membeli oleh-oleh Lompia, Wingko babat dan bandeng presto.
Semarang mungkin bukan kota yang sempurna, cacat tentu saja ada di sana sini. Tapi entah kenapa, semarang membuat pengunjung jatuh cinta pada kota ini yang selalu menjadi daya tarik pengunjung ingin saya datangi lagi dan lagi. Denyut nadi orang Semarang yang cenderung lambatlah yang mungkin membuat saya seperti bisa sejenak berhenti dari kesibukan dan aktifitas saya, merasakan kembali esensi dari sebuah kebersamaan dan kesederhanaan.
these are excellence pictures
BalasHapusSalam sejahtera buat semua
BalasHapusMohon info ..adakah yg tau nama istri Bupati Surohadimenggolo ke II ..atau ada yg punya silsilah keturunan.Na ..maturnuwun